Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri: Hanya Unjuk Rasa Anarkistis yang Dilarang

Kompas.com - 03/09/2019, 07:13 WIB
Devina Halim,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian RI (Polri) menegaskan bahwa unjuk rasa yang dilarang di Papua dan Papua Barat adalah yang anarkistis.

Sementara itu, menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo aksi unjuk rasa damai tidak pernah dilarang. 

"Maklumat itu dilarang melakukan unjuk rasa yang anarkis. Kalau misalnya unjuk rasa, menyampaikan aspirasi di muka publik, itu hak komstitusional, dilindungi undang-undang," ujar Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (2/9/2019).

Baca juga: Mobil Milik Anggota TNI Sedang Bertugas di Papua Hangus Terbakar

Dedi mengatakan, polisi tetap akan mengamankan aksi unjuk rasa. Sebab, hal itu merupakan salah satu kewajiban aparat kepolisian.

Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberi ruang bagi pihak-pihak yang anarkistis. 

"Polri punya kewajiban untuk mengamankan seluruh masyarakat yang menyampaikan aspirasinya. Tidak ada toleransi bagi anarkis," ujar Dedi. 

Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian memerintahkan Kapolda Papua dan Papua Barat untuk mengeluarkan maklumat larangan pelaksanaan aksi unjuk rasa di daerah tersebut.

"Saya sudah perintahkan kepada Kapolda Papua dan Papua Barat untuk mengeluarkan maklumat untuk melakukan larangan demonstrasi atau unjuk rasa yang potensial anarkis," kata Tito di Lapangan Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (1/9/2019).

Baca juga: Dalam 5 Hari, Polisi Temukan 20.000 Konten Hoaks Terkait Papua

Maklumat itu dikeluarkan guna mencegah kerusuhan yang berawal dari aksi unjuk rasa di Manokwari dan Jayapura.

Aksi solidaritas Papua muncul di berbagai kota di Provinsi Papua dan Papua Barat, seperti yang terjadi di Manokwari, Jayapura dan Sorong, Senin (19/8/2019).

Unjuk rasa kemudian melebar ke Fakfak dan Timika, pada Rabu (21/9/2019). Demonstrasi di kedua tempat juga sempat terjadi kerusuhan.

Kemudian, kerusuhan juga terjadi di Deiyai pada Rabu (28/8/2019), dan di Jayapura pada Kamis (29/8/2019).

Aksi unjuk rasa ini merupakan dampak dari perlakuan diskriminatif dan tindak rasisme yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, dalam beberapa waktu terakhir.

Polri telah menetapkan sebanyak 62 tersangka terkait kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

Di wilayah Papua, polisi menetapkan 38 tersangka. Rinciannya, 28 tersangka terkait kerusuhan di Jayapura, dan 10 tersangka di Timika.

Baca juga: Komisi I Segera Panggil Menlu soal WNA Ikut Aksi Demo Papua Merdeka

Kemudian, terdapat 24 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka di Papua Barat. 

Tersangka terkait kerusuhan di Sorong berjumlah sebanyak 7 orang. Lalu, di Fakfak sebanyak 9 orang, dan 8 orang tersangka di Manokwari.


Secara keseluruhan, para tersangka diduga melakukan perusakan, pembakaran, makar, penghasutan di muka umum, pencurian dengan kekerasan, dan kepemilikan senjata tajam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com