Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Sebut Terorisme di Poso Tak Hanya Soal Keamanan

Kompas.com - 02/01/2019, 14:09 WIB
Reza Jurnaliston,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti terorisme dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menuturkan, soal terorisme di Poso, Sulawesi Tengah bukan sekadar isu terorisme semata. Namun, menurut Harits, ada kompleksitas sehingga tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan keamanan.

“Di sana (Poso) ada aspek ekonomi, residu konflik masa lalu yang belum tuntas, pendekatan budaya dan lain-lain,” kata Harits saat dihubungi, Selasa (1/1/2019) malam.

Harits menilai, kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Ali Kalora menjadi bukti bahwa terorisme masih ada.

“Persoalan potensi gangguan keamanan dari kelompok sipil bersenjata seperti Ali Kalora masih ada. Dan meski selama ini Ali Kalora cs juga sudah masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) serta operasi Tinombala jilid kesekian juga masih digelar,” kata Harits.

Baca juga: Kapolri Sebut Terorisme Masih Menjadi Ancaman di Tahun 2019

Harits menuturkan, kelompok Ali Kalora selama ini bertahan dengan teknik gerilya di sekitar pegunungan Poso. Ali Kalora adalah pemimpin Mujahidin Indonesia Timur setelah pemimpin utamanya, Santoso, tewas tertembak dan orang keduanya, Basri, tertangkap.

“Kelompok Ali Kalora melanjutkan jejak sosok sebelumnya yakni Santoso, dengan keterbatasan senjata dan amunisi mereka cukup menguasai medan pegunungan dan ini menjadi salah satu keunggulan mereka,” tutur Harits.

Harits mengemukakan, bahwa tipikal kelompok Ali Kalora ini sangat resisten terhadap aparat keamanan terutama personel Polri, khususnya Densus 88.

“Benci dan dendam. Alias anti terhadap aparat kepolisian. Menempatkan polisi sebagai musuh dan target teror,” tutur Harits.

Baca juga: Kemenkominfo Blokir 500 Situs Terorisme, Radikalisme, dan Separatisme

Menurut Harits, seharusnya ada keputusan politik yang tegas dari Pemerintah, untuk segera menumpas terorisme di Poso.

Harits berpendapat, prajurit TNI perlu diterjunkan untuk menumpas teorisme kelompok MIT di Poso.

“Usulan saya kalau memang ingin cepat tuntas dengan pendekatan keamanan ya kirim saja pasukan TNI dari unit Raider atau Kopassus untuk memburu kelompok Ali Kalora. Karena Ali K cs cukup kuasai medan gunung dan hutan. Dan polisi tidak dididik dengan kemampuan perang gerilya hutan,” tutur Harits.

Harits menambahkan, masyarakat Poso tentu sangat butuh rasa aman dan Pemerintah harus hadir memastikan keamanan masyarakat Poso.

“Bertahun-tahun menghadapi kasus gangguan keamanan di wilayah Poso tentu menjadi pengalaman berharga yang bisa dijadikan bahan kajian holistik untuk merumuskan solusi yang tuntas, bermartabat, dan berkeadilan,” kata Harits.

Sebelumnya, aparat yang tengah membawa jenazah RB alias A (34), warga sipil korban mutilasi di kawasan Desa Salubanga, Sausu, Parimo, Sulteng, ditembaki sekelompok orang bersenjata yang diduga kelompok Ali Kalora, pada Senin, 31 Desember 2018.

Penembakan dilakukan saat salah seorang petugas hendak menyingkirkan kayu dan ranting pohon yang menghalangi jalan.

Kontak tembak aparat dengan kelompok teroris tak terhindarkan sehingga menyebabkan dua petugas yakni Bripka Andrew dan Bripda Baso, terluka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Nasional
Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak Sampai Desember

Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak Sampai Desember

Nasional
Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Usai Geledah Kamar SYL

Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Usai Geledah Kamar SYL

Nasional
PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

Nasional
Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Nasional
Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Nasional
Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Survei Litbang "Kompas": 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Nasional
Gus Yahya Sebut PBNU Siap Kelola Tambang dari Negara

Gus Yahya Sebut PBNU Siap Kelola Tambang dari Negara

Nasional
Jokowi Tunjuk Basuki Hadimuljono Jadi Plt Kepala Otorita IKN

Jokowi Tunjuk Basuki Hadimuljono Jadi Plt Kepala Otorita IKN

Nasional
Pengamat: Anies Bisa Ditinggalkan Pemilihnya jika Terima Usungan PDI-P

Pengamat: Anies Bisa Ditinggalkan Pemilihnya jika Terima Usungan PDI-P

Nasional
Hadiri Kuliah Umum di UI, Hasto Duduk Berjejer dengan Rocky Gerung dan Novel Baswedan

Hadiri Kuliah Umum di UI, Hasto Duduk Berjejer dengan Rocky Gerung dan Novel Baswedan

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: 34 Persen Responden Setuju Kementerian Ditambah

Survei Litbang “Kompas”: 34 Persen Responden Setuju Kementerian Ditambah

Nasional
Putusan MA: Lukai Akal dan Kecerdasan

Putusan MA: Lukai Akal dan Kecerdasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com