Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Pekerja Desak Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Kompas.com - 22/12/2018, 17:58 WIB
Reza Jurnaliston,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perempuan Pekerja mendesak DPR RI untuk segera mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual.

Aktivis perempuan dari organisasi Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi meminta, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat disahkan sebelum masa kepemimpinan DPR berakhir pada april 2019.

“Karena banyak bentuk kekerasan sosial yang dialami perempuan yang tidak termaktub atau tidak ada payung hukumnya,” tutur Mutiara di Kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2018).

Baca juga: 5 Fakta Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di UGM, Rektor Minta Maaf hingga Tim Khusus dari UGM

Menurut dia, belum adanya payung hukum mengakibatkan pekerja perempuan sulit untuk melaporkan serta korban kekerasan seksual perempuan tak kunjung mendapatkan keadilan.

“Tidak melaporkan kenapa? Karena takut ada intimidasi ancaman, dan ada resiko kerja ketika melaporkan pelecahan yang dialami,” tutur Mutiara.

Ia menuturkan, angka terhadap kekerasan seksual di tempat pekerjaan semakin tahun meningkat.

“Banyak sekali melihat survei-survei melihatkan pelecehan seksual di jalan. Kalau di (organisasi) Perempuan Mahardhika fokus di tempat kerja pabrik itu (kekerasan seksual) juga meningkat 56,5 persen buruh garmen perempuan dilecehkan dan lebih 90 persen,” kata Mutiara.

Baca juga: Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswi UGM Saat KKN: Viral lewat Balairungpress hingga Wisuda Ditunda

Lebih lanjut, kata Mutiara, pihaknya optimis RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan menjadi UU.

Untuk mempercepat disahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu, ia mengatakan, akan menghimpun partisipasi dan melakukan mobilisasi kaum perempuan untuk mengawasi dan kontrol atas kinerja DPR.

“Upaya-upaya kami lakukan kami ingin menghimpum partisipasi beragam perempuan untuk ke DPR, untuk lebih dekat mamantau, mengontrol para pengambil kebijakan kita dalam menjalankan tugas-tugasnya,” kata Mutiata.

Merujuk data Komnas Perempuan, kasus kekerasan seksual mendominasi pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Catatan tahunan Komnas Perempuan mengungkapkan kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 25 persen dari 259.150 kasus pada 2016 menjadi 348.446 kasus pada 2017. Sementara diperkirakan masih banyak lagi kasus kekerasan perempuan yang tidak terlaporkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com