JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati keputusan Mahkamah Agung (MA) atas pencabutan hak politik selama tiga tahun terhadap mantan Sekjen NasDem, Patrice Rio Capella.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menuturkan, KPK sebelumnya telah mengajukan tuntutan pencabutan hak politik selama lima tahun kepada Patrice Rio Capella saat proses di pengadilan.
Menurut Laode, pengadilan memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak tuntutan yang diajukan KPK tersebut.
"Walau pun terbukti menerima suap kan itu pidana tambahan. Ada pidana pokok, pidana tambahannya kita minta misalnya dihilangkan hak-hak politik seseorang untuk waktu tertentu. Tapi itu dakwaan dan tuntutan yang disampaikan KPK, adalah hak prerogatif pengadilan untuk menerima atau menolak tuntutan yang diajukan KPK," tutur Laode di Pulau Ayer, Kepulauan Seribu, Sabtu (1/9/2018).
Baca juga: Patrice Rio Capella Divonis 1,5 Tahun Penjara
Laode menuturkan, putusan MA tersebut telah final, sehingga KPK tidak memiliki hak hukum untuk melawan.
"Kalau misalnya masih pada tahap di persidangan tingkat pertama dan kedua kita bisa naik kasasi. Ini kan sudah di MA, kita nggak punya hak lagi," kata Syarif.
Diberitakan sebelumnya, Rio Capella divonis satu tahun dan enam bulan penjara karena menerima Rp 200 juta dari Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, melalui Fransisca Insani Rahesti pada 21 Desember 2015.
Putusan itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Rio Capella divonis dua tahun penjara ditambah denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan karena menerima Rp 200 juta berdasarkan dakwaan dari Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Bupati Halmahera Timur Dituntut 5 Tahun Penjara dan Pencabutan Hak Politik
Rio Capella terbukti telah menerima uang dari Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti melalui Fransisca Insani Rahesti sebesar Rp 200 juta untuk memudahkan pengurusan penghentian perkara dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), tunggakan dana bagi hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang ditangani oleh Kejaksaan Agung mengingat Jaksa Agung juga berasal dari Partai Nasdem.