Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Mantan Gubernur Sultra Nur Alam Diperberat Jadi 15 Tahun Penjara

Kompas.com - 20/07/2018, 10:36 WIB
Abba Gabrillin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman terhadap mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu diperberat hukumannya dari 12 tahun menjadi 15 tahun penjara.

Selain itu, Nur Alam juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar.

"Menerima permintaan banding jaksa penuntut umum dan mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta," ujar Kepala Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Johanes Suhadi saat dikonfirmasi, Jumat (20/7/2018).

Baca juga: Nur Alam Divonis 12 Tahun, KPK Ajukan Banding

Putusan itu dibacakan pada 12 Juli 2018 oleh lima anggota majelis hakim.

Adapun ketua majelis hakim dalam putusan banding ini adalah hakim tinggi Elang Prakoso Wibowo.

Selain itu, Pengadilan Tinggi juga menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yang menghukum Nur Alam membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar.

Kemudian, mencabut hak politik Nur Alam selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Nur Alam sebelumnya divonis 12 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Menurut majelis hakim, Nur Alam terbukti menyalahgunakan wewenang selaku Gubernur dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.

Kemudian, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

Nur Alam terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,5 triliun. Menurut majelis hakim, perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya dirinya sebesar Rp 2,7 miliar.

Kemudian, memperkaya korporasi, yakni PT Billy Indonesia, sebesar Rp 1,5 triliun.

Selain itu, Nur Alam juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 40,2 miliar dari Richcorp International Ltd.

Menurut jaksa, uang dari Richcorp itu ada kaitan dengan perizinan yang dikeluarkan terhadap PT AHB.

Adapun hasil penjualan nikel oleh PT AHB dijual pada Richcorp International. Menurut jaksa, karena bukan dari sumber yang sah, uang tersebut harus dianggap sebagai suap.

Nur Alam dinilai terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com