Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Sesalkan Pernyataan Jaksa Agung soal Penyelidikan Pelanggaran HAM Masa Lalu

Kompas.com - 04/06/2018, 17:13 WIB
Moh Nadlir,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyesalkan pernyataan Jaksa Agung M Prasetyo yang menilai bahwa hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM hanya asumsi dan opini.

"Pernyataan Jaksa Agung tersebut tidak sesuai dengan koridor hukum yang ada," ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Apalagi, proses penyelidikan tersebut telah dilakukan secara patut sesuai dengan kewenangan Komnas HAM sebagai penyelidik peristiwa yang diduga pelanggaran HAM berat.

"Hasil penyelidikan Komnas HAM adalah keterangan korban, keterangan saksi-saksi dan ditunjang dengan alat bukti," kata Taufan.

Karena itu, Kejaksaan Agung seharusnya segera menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat tersebut, sesuai ketentuan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

"Apapun tindakan hukum yang diambil merupakan sepenuhnya lingkup kewenangan Jaksa Agung," kata Taufan.

Jaksa Agung diharapkan tidak terus membangun wacana di luar konteks hukum dan justru mengabaikan tugas dan kewajibannya.

"Ini ditindaklanjuti saja, Komnas HAM akan terbuka, kami berpegang pada kewenangan yang diberikan UU," ujar Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab.

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, membawa perkara pelanggaran HAM berat masa lalu ke ranah hukum adalah langkah yang sulit.

Ia pun yakin siapapun yang menjadi presiden dan jaksa agung, tetap akan sulit melangkah ke arah itu.

"Kita harus jujur, siapapun yang memimpin negeri ini, siapapun jaksa agungnya, siapapun Komnas HAM-nya, pasti sulit untuk melanjutkan (perkara pelanggaran HAM berat masa lalu) ke proses hukum atau ke peradilan," ujar Prasetyo saat dijumpai di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat (1/6/2018).

Baca juga: Jaksa Agung: Bukti Minim, Siapapun Pemimpin Sulit Bawa Kasus HAM ke Peradilan

Bahkan, Prasetyo menganggap hasil penyelidikan terhadap enam perkara pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah dilaksanakan sebelumnya bukan bukti otentik.

"Akhirnya semua menyadari bahwa yang ada itu, hasil penyelidikan itu hanya asumsi, opini saja, bukan bukti. Sementara yang namanya proses hukum itu kan perlu bukti, bukan opini," kata dia.

Kompas TV Peserta aksi yang rutin berunjuk rasa di depan Istana Kepresidenan Jakarta bertemu Presiden Joko Widodo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com