Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Komodifikasi Berita Sadis

Kompas.com - 20/03/2017, 22:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Fenomena merebaknya berita-berita sadis baik dalam bentuk video, foto, maupun berita yang tersebar melalui media sosial ataupun media arus utama semakin memprihatinkan. Media ditantang untuk semakin selektif dan mampu mengendalikan diri agar tidak mudah menyebarluaskan berita-berita sadis yang menyesatkan masyarakat.

Sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Soeprapto, memaparkan, penyebaran informasi terutama dalam bentuk video sangat mudah sekali meresap dalam benak seseorang. "Seperti dikatakan sosiolog Gabriel Tarde (1843-1904), ada kecenderungan masyarakat untuk meniru perilaku orang lain. Oleh karena itu, penyebaran berita-berita sadis harus dihindari karena hal tersebut akan menginspirasi orang untuk meniru hal serupa atau menjadikannya sebagai modus operandi," katanya, Minggu (19/3), saat dihubungi dari Jakarta.

Akhir pekan lalu dunia media sosial diramaikan dengan menyebarnya video bunuh diri seorang laki-laki warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang merekam detik-detik ajalnya menggunakan telepon seluler. Dalam waktu singkat, rekaman itu beredar luas secara viral baik di jejaring media sosial maupun berita arus utama.

"Media mesti ikut ambil bagian dalam mendewasakan masyarakat dengan bertindak selektif dan tidak menjadikan berita-berita sadis sebagai komodifikasi," tambahnya.

Secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Yadi Hendriana juga meminta media-media arus utama tidak ikut menyebarkan berita-berita sadis. Secara tegas, Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik menyatakan, wartawan tak menyiarkan berita yang sadis, yaitu berita yang mengarah pada perbuatan yang kejam dan tak mengenal belas kasihan dari seseorang termasuk kepada dirinya sendiri. Hal yang sama juga tertuang dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.

"Semua media arus utama memiliki tanggung jawab sesuai dengan kode etik dan regulasi yang berlaku. Konten-konten berbahaya tidak layak untuk diberitakan atau disiarkan secara luas karena dampaknya akan meresahkan publik," ujarnya.

Selain itu, kasus-kasus penyebaran berita sadis selama ini juga harus menjadi dasar bagi pemerintah untuk membuat aturan yang jelas bagi pengelola platform media sosial. Begitu muncul konten-konten berbahaya, maka harus segera dihentikan. (ABK)

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Maret 2017, di halaman 12 dengan judul "Hindari Komodifikasi Berita Sadis".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Putusan MA: Lukai Akal dan Kecerdasan

Putusan MA: Lukai Akal dan Kecerdasan

Nasional
Istana Umumkan Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mengundurkan Diri

Istana Umumkan Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mengundurkan Diri

Nasional
Gus Yahya Puji Jokowi karena Berani Beri Izin Tambang Ke Ormas

Gus Yahya Puji Jokowi karena Berani Beri Izin Tambang Ke Ormas

Nasional
Tersangka Penyuap Eks Gubernur Papua Lukas Enembe Meninggal Dunia

Tersangka Penyuap Eks Gubernur Papua Lukas Enembe Meninggal Dunia

Nasional
Febri Diansyah Salami SYL Sebelum jadi Saksi di Persidangan

Febri Diansyah Salami SYL Sebelum jadi Saksi di Persidangan

Nasional
Survei Litbang Kompas: Mayoritas Pemilih Anies dan Ganjar Anggap Kementerian Ditambah untuk Bagi-bagi Kekuasaan

Survei Litbang Kompas: Mayoritas Pemilih Anies dan Ganjar Anggap Kementerian Ditambah untuk Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Jokowi Beri Ormas Izin Usaha Tambang, Dinilai Siasat Jaga Pengaruh Politik

Jokowi Beri Ormas Izin Usaha Tambang, Dinilai Siasat Jaga Pengaruh Politik

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': 42,3 Persen Publik Setuju Jumlah Kementerian Tetap 34

Survei Litbang "Kompas": 42,3 Persen Publik Setuju Jumlah Kementerian Tetap 34

Nasional
Ciptakan Wirausahawan Baru dan Sukses, Mensos Risma Luncurkan Program Pena Muda

Ciptakan Wirausahawan Baru dan Sukses, Mensos Risma Luncurkan Program Pena Muda

Nasional
Jika Kaesang Maju Pilkada, Jokowi dan Prabowo Jadi Faktor Penting

Jika Kaesang Maju Pilkada, Jokowi dan Prabowo Jadi Faktor Penting

Nasional
Partai Buruh dan KSPI Bakal Gugat Aturan Tapera ke MK dan MA

Partai Buruh dan KSPI Bakal Gugat Aturan Tapera ke MK dan MA

Nasional
Revisi UU Polri, KPK Tegaskan Tak Perlu Rekomendasi Lembaga Lain untuk Rekrut Penyidik-Penyelidik

Revisi UU Polri, KPK Tegaskan Tak Perlu Rekomendasi Lembaga Lain untuk Rekrut Penyidik-Penyelidik

Nasional
Menpan-RB Apresiasi Kantor Perwakilan RI Jadi Hub Layanan Pelindungan WNI

Menpan-RB Apresiasi Kantor Perwakilan RI Jadi Hub Layanan Pelindungan WNI

Nasional
Ramai-ramai Menyoal Putusan MA yang Buka Jalan bagi Kaesang

Ramai-ramai Menyoal Putusan MA yang Buka Jalan bagi Kaesang

Nasional
Tapera Ditolak Pekerja-Pengusaha, Pemerintah Lanjut Terus

Tapera Ditolak Pekerja-Pengusaha, Pemerintah Lanjut Terus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com