Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi Permen Karet

Kompas.com - 26/02/2017, 06:42 WIB

Oleh: Budiarto Shambazy

Dalam acara pelantikan DPP Partai Hanura, Rabu (22/2), Presiden Joko Widodo mengatakan demokrasi kita sudah kebablasan.

"Demokrasi yang berkembang saat ini memang sudah kebablasan. Aliran-aliran ekstremis hingga ujaran kebencian, saling hujat dan fitnah terus berkembang. Oleh karena itu, penegakan hukum harus dijalankan dengan optimal," kata Presiden.

Kalau tidak diatasi, Presiden Jokowi khawatir akan mengarah pada upaya memecah belah bangsa. Untuk itu, Jokowi mengatakan kunci dari semua masalah tersebut adalah penegakan hukum.

"Kuncinya dalam demokrasi yang kebablasan adalah penegakan hukum. Aparat hukum harus tegas tidak perlu ragu," kata Jokowi.

Demokrasi artinya sebuah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dipercayakan kepada para politisi yang dipilih melalui pemilu bebas.

Kebablasan artinya terlewat dari batas atau tujuan yang sudah ditentukan alias keterlaluan.

Kita sudah hampir 72 tahun mempraktikkan tiga jenis demokrasi sejak merdeka. Ada demokrasi liberal ala Barat periode 1945-1959, Demokrasi Terpimpin ala Bung Karno periode 1959-1967, Demokrasi Pancasila ala Pak Harto-Pak Habibie periode 1967-1999, dan kembali ke demokrasi liberal sejak Reformasi 1999 sampai sekarang.

Pada periode demokrasi liberal 1945-1959, tak sedikit yang kecewa dengan ingar bingar politik.

Kabinet jatuh-bangun, ketegangan parlemen versus TNI AD berpuncak pada peristiwa 17 Oktober 1952, pemberontakan terjadi di beberapa provinsi, Wapres Mohammad Hatta mundur, pengusiran terhadap orang-orang Belanda dan Tiongkok, dan akhirnya memaksa Bung Karno menggunakan tangan besi lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Pada dekade 1950 itu sering terdengar istilah "krisis" dan "lagi-lagi krisis". Apakah Demokrasi Terpimpin menyelesaikan berbagai masalah tersebut? Ternyata belum tentu.

Pembangunan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang cukup teratur memang sudah dimulai oleh kabinet-kabinet kerja.

Di lain pihak, dana, tenaga, dan waktu tersedot untuk politik konfrontasi terhadap Malaysia dan juga ambisi politik luar negeri Bung Karno.

Jangan lupa pula, Bung Karno menangkapi oposisi dan membredel pers.

Era Demokrasi Pancasila yang dimulai Pak Harto sebenarnya kurang lebih mengulang lagi apa yang dilakukan oleh Orde Lama.

Namun, partai-partai dibonsai melalui fusi dan peran ABRI dan birokrasi sangat dominan bertugas mengamankan kemenangan Golkar pada pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan terakhir 1997.

Fitur Demokrasi Pancasila yang paling menonjol adalah KKN yang dilakukan oleh mereka yang sampai kini faktanya bahkan masih bercokol.

Budaya anti korupsi yang digalang sejak 1945 dihancurkan dalam sekejap oleh rezim kleptokrasi ala Orde Baru.

Lalu bagaimana dengan demokrasi liberal sejak 1999? Faktanya korupsi makin menggila dan telah memecahkan rekor KKN ala Orde Baru.

Ibaratnya kita menerapkan "Trias Poli-thieves" yang dilakoni oleh tiga cabang kekuasaan: "execu-thieves", "legisla-thieves", dan "judica-thieves".

Suka atau tidak, sebenarnya "Orba (Orde Bablas) Jilid 2" dimulai sejak Reformasi 1999. Pada tahun-tahun itulah sudah mulai terdengar istilah kebablasan untuk melukiskan betapa penguasa dan juga rakyat kita kurang paham demokrasi.

Kalangan yang skeptis menyebutkan bahwa budaya politik kita yang masih tradisional sesungguhnya tidak kompatibel dengan demokrasi liberal.

Ada juga yang berteori, demokrasi kita "masih muda". Demokrasi adalah proses trial and error yang akan semakin matang jika diselenggarakan secara saksama oleh ketiga cabang kekuasaan dalam pengawasan efektif oleh rakyat, LSM, dan pers.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istri Ungkap SYL Suka Marah jika Ia Masih Beli Tas

Istri Ungkap SYL Suka Marah jika Ia Masih Beli Tas

Nasional
Brimob Keliling Kejagung Disebut Rangkaian dari Penguntitan Jampidsus

Brimob Keliling Kejagung Disebut Rangkaian dari Penguntitan Jampidsus

Nasional
KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Dugaan Korupsi di PT PGN

KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Dugaan Korupsi di PT PGN

Nasional
KPK Panggil Pengacara Jadi Saksi Kasus Harun Masiku

KPK Panggil Pengacara Jadi Saksi Kasus Harun Masiku

Nasional
Kejagung Serahkan Anggota Densus 88 Penguntit Jampidsus ke Propam Polri

Kejagung Serahkan Anggota Densus 88 Penguntit Jampidsus ke Propam Polri

Nasional
Surya Paloh Disebut Tetap Meminta Organisasi Sayap Nasdem Lanjutkan Kegiatan yang Didanai Kementan

Surya Paloh Disebut Tetap Meminta Organisasi Sayap Nasdem Lanjutkan Kegiatan yang Didanai Kementan

Nasional
Menpan-RB Apresiasi Perbaikan Pelayanan Proses Bisnis Visa dan Itas Kemenkumham

Menpan-RB Apresiasi Perbaikan Pelayanan Proses Bisnis Visa dan Itas Kemenkumham

Nasional
Beda Keterangan SYL dan Istrinya soal Durian

Beda Keterangan SYL dan Istrinya soal Durian

Nasional
Kejagung: Jampidsus Dikuntit Anggota Densus 88 Fakta, Bukan Isu

Kejagung: Jampidsus Dikuntit Anggota Densus 88 Fakta, Bukan Isu

Nasional
Cuaca Arab Saudi Tembus 43 Derajat Celsius, Jemaah Haji Indonesia Diimbau Gunakan Masker

Cuaca Arab Saudi Tembus 43 Derajat Celsius, Jemaah Haji Indonesia Diimbau Gunakan Masker

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, Saksi Golkar dari Ambon Hilang Kontak Jelang Terbang ke Jakarta

Sidang Sengketa Pileg, Saksi Golkar dari Ambon Hilang Kontak Jelang Terbang ke Jakarta

Nasional
Benarkan Isu Penguntitan, Jampidsus: Sudah Jadi Urusan Kelembagaan

Benarkan Isu Penguntitan, Jampidsus: Sudah Jadi Urusan Kelembagaan

Nasional
Bertambah, Kerugian Keuangan Negara Kasus Korupsi Timah Jadi Rp 300 Triliun

Bertambah, Kerugian Keuangan Negara Kasus Korupsi Timah Jadi Rp 300 Triliun

Nasional
Dukung Optimalisasi Bisnis Lewat Energi Terbarukan, Pertamina Hulu Rokan Bangun PLTS Terbesar di Indonesia

Dukung Optimalisasi Bisnis Lewat Energi Terbarukan, Pertamina Hulu Rokan Bangun PLTS Terbesar di Indonesia

Nasional
Wabendum Nasdem Ungkap Pernah Bertemu 3 Petinggi Partai di Kementan

Wabendum Nasdem Ungkap Pernah Bertemu 3 Petinggi Partai di Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com