Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Mantan Hakim MK Usulkan Pertemuan Presiden, Ketua MK, Ketua MA, dan Ketua DPR

Kompas.com - 01/02/2017, 15:25 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie dan para mantan hakim MK mengusulkan, agar ada pertemuan antara pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung, untuk membahas mekanisme perekrutan hakim MK.

Hal tersebut disampaikan Jimly seusai pertemuan antara para mantan hakim MK dan hakim MK, di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat 6, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017).

Dalam pertemuan tersebut, turut hadir mantan hakim konstitusi Abdul Mukti, Maruarar Siahaan, Achmad Roestandi, Laica Marzuki, Achmad Sodiki, dan Ahmad Fadlil.

"Kami mengusulkan supaya Presiden, Ketua MK, Ketua MA, dan Ketua DPR bisa mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan bagaimana memperbaiki sistem rekruitmen hakim MK ke depan. Sekaligus untuk memperbaiki kekurangan dan kelemahan, yang terjadi selama ini. Bukan hanya mengenai prosedurnya, tapi persyaratan dan lain sebagainya, karena hakim MK satu-satunya pejabat yang dalam UUD disebut sebagai negarawan, maka kita harus menjaganya dengan sebaiknya," ujar Jimly.

Jimly menyampaikan, Undang-Undang Dasar 1945 belum mengatur secara rinci mekanisme rekrutmen hakim MK.

Dari ketiga unsur lembaga yang memiliki kewenangan mengajukan anggota MK, baru DPR saja yang sudah punya mekanisme perekrutan hakim MK.

Oleh karena itu, lanjut Jimly, perlu ada pertemuan dari ketiga lembaga tersebut.

"Sampai sekarang belum ada Perpres (Peraturan Presiden), Perma (Peraturan MA). Baru ada peraturan tatib (Tata Tertib) DPR," kata Jimly.

Mengenai kasus dugaan suap yang menjerat hakim MK Patrialis Akbar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, menurut Jimly, hal itu merupakan masalah etik personal, yakni mengenai pembocoran putusan MK.

Modus pembocoran informasi ini, sama dengan yang dilakukan oleh Akil Mochtar.

Saat itu, Akil membocorkan hasil putusan MK terkait sengketa pilkada ke sejumlah pihak.

"Ini modusnya (Patrialis) seperti yang pernah terjadi sebelumnya, (Akil), pembocoran rahasia putusan yang belum final tapi sudah dibocorkan. Padahal belum final. Dalam arti masih ada permusyawaratan lagi. jadi memang masih belum selesai. Kita tunggu saja nanti ada pembacaan putusan tanggal 7 Februari," ujarnya.

Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan, Rabu (25/1/2017).

Ia ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.

Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.

Perkara gugatan yang dimaksud yakni, uji materi nomor 129/puu/XII/2015.

Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Kompas TV Kasus Suap Hakim MK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Nasional
Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Nasional
Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Nasional
KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

Nasional
Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Nasional
Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Nasional
Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Nasional
Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Nasional
Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Nasional
Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Nasional
Menteri KP: Lahan 'Idle' 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Menteri KP: Lahan "Idle" 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Nasional
Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Nasional
Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Nasional
Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com