JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Direktur The Habibie Center Soffian Effendi mengatakan memasuki tahun 2017 fenomena korupsi masih menjadi persoalan yang harus segera ditangani oleh pemerintah.
Menurut Soffian, pemerintah akan sulit untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen jika Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Soffian menjelaskan, umumnya investor enggan untuk berinvestasi di negara-negara dengan IPK di bawah 60. Sedangkan menurut catatan Bank Dunia dan Transparency International, IPK Indonesia berada di angka 109.
"Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen, pemerintah harus memperbaiki IPK. Semakin kecil angka IPK-nya, semakin bagus. Kalau tidak mampu, kita tidak akan dapatkan investasi," ujar Soffian dalam diskusi publik "Catatan 2016 dan Harapan 2017" di kantor The Habibie Center, Kemang Selatan, Jakarta Selatan, Kamis (12/1/2017).
Kasus korupsi di sektor birokrasi, kata Soffian, harus menjadi perhatian utama pemberantasan korupsi. Terungkapnya praktik jual beli jabatan dalam kasus suap Bupati Klaten menjadi salah satu bukti sistem birokrasi di Indonesia sangat lemah.
Soffian menyebut praktik jual beli jabatan terjadi di 34 provinsi dan 508 daerah selama puluhan tahun. Sebanyak 90 persen dari 29.113 jabatan diprediksi telah dilelang di pasar kerja.
Dengan demikian, pengawasan sistem merit dalam manajemen SDM aparatur sipil negara harus ditingkatkan.
"Seharusnya pemerintah memperkuat sistem merit, memilih orang-orang yang berkompenten untuk sebuah jabatan, dinilai melalui tim panel secara obyektif," ungkap dia.
Selain itu, Soffian juga memaparkan, jika dihitung menggunakan harga jual beli jabatan di Pemda Klaten, diperkirakan jumlah uang mencapai Rp 35-40 triliun per tahun.
Untuk menutupi biaya transaksi tersebut, potensi kerugian yang ditanggung negara dan masyarakat akibat penggelapan anggaran mencapai Rp 110,3 triliun.