Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Kontrak Politik Ditandatangani, namun Tidak Semua Dilaksanakan

Kompas.com - 20/10/2016, 00:54 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menilai, kontrak politik seringkali digunakan dalam pesta demokrasi, baik dalam pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah.

Sejumlah calon yang bersaing menggunakan cara itu guna meraih dukungan.

"Berbagai kontrak politik ditandatangani, juga dalam pilkada-pilkada sebelumnya," ujar Eddy di Kantor DPP PAN, Jakarta, Rabu (19/10/2016).

Namun, pada kenyataannya kontrak politik tidak mudah diwujudkan begitu saja.

Saat seseorang menjabat sebagai pimpinan, ada sejumlah kendala yang memaksa kontrak politik tak bisa diwujudkan. Misalnya, bersinggungan dengan kepentingan hajat hidup masyarakat lainnya.

"Juga banyak yang tidak dijalankan, tidak bisa dilaksanakan," kata dia.

Di sisi lain, kontrak politik tidak mengikat.

"Tidak bisa dituntut balik. Apakah ada upaya hukum atau apa ada upaya bahwa seseorang tidak menjalankan kontrak politik itu," kata dia.

Maka dari itu, kontrak politik tidak melulu diperlukan dan diterapkan untuk mendapatkan dukungan.

Menurut Eddy, pasangan calon yang bersaing bisa tetap meraih dukungan dengan cara menyampaikan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat luas.

Hal ini juga, kata Eddy, yang dilakukan oleh Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. Pasangan ini tampak berbeda dengan pasangan lainnya yang melakukan kontrak politik.

Tanpa kontrak politik, pasangan calon jadi tidak terikat pada satu hal tertentu.

Sehingga, ini memberikan keluwesan dalam menentukan kebijakan yang manfaatnya lebih luas ketika memimpin nantinya.

"Daripada Mas Agus menandatangani sekian banyak kontrak politik dan membuat terikat hal-hal tertentu, biarkan Mas Agus ini menjalankan kegiatan-kegiatannya, kebijakan kebijakannya sesuai apa yang dirasakan masyarakat Jakarta," kata dia.

Ia menambahkan, tanpa harus ada penandatangan di atas kertas pun sebenarnya sudah terjadi kontrak politik ketika masyarakat memberi dukungan terhadap pasangan calon yang dipilihnya.

Karena saat memilih itulah masyarakat memberikan kepercayaan kepada pasangan calon seiring dengan keharusan bagi pasangan calon mengemban amanah atas kepercayaan tersebut.

"Kontrak politik antara Agus dan masyarakat Jakarta terjadi ketika masyarakat mencoblos nama Agus-Silvi itu," kata dia.

Kompas TV Ahok-Djarot Masih Memimpin Hasil Survei
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com