JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai Undang-Undang Dasar 1945 yang disusun para pendiri bangsa bukanlah sesuuatu yang sakral.
UUD dapat diubah dengan menyesuaikan kondisi terkini yang sedang berlaku.
Hal itu disampaikan Kalla saat menghadiri peringatan Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Kamis (18/8/2016).
Ia mengatakan, sejak Indonesia berdiri hingga saat ini, setidaknya pemerintah telah menjalankan tujuh UUD.
"Itu artinya adalah bahwa UUD pada dasarnya memenuhi kebutuhan yang dinamis, tidak berarti sakral yang tidak boleh diubah-ubah," ujar Kalla.
Ketujuh UUD yang dimaksud adalah UUD 1945, UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949-1950, UUD Sementara 1950-1959, dan UUD 1945 yang telah diamandemen empat kali.
Perubahan tersebut, kata dia, juga berimplikasi terhadap perubahan sistem kenegaraan. Perubahan itu mulai dari sistem negara kesatuan dengan presidensil, federal, parlementer liberal, dan kembali lagi ke presidensil.
"Ini juga menandakan bahwa bangsa ini sangat dinamis. Sama dengan bangsa-bangsa lain bahwa UUD dibuat sesuai kebutuhan pada saat itu," kata Kalla.
"Oleh karena itu tentu apabila keadaan kita membutuhkan suatu hal perlu ada perubahan-perubahan yang mendasar, amandemen UUD selalu terbuka sebagaimana juga yang ada dalam pasal perubahan UUD di UUD itu sendiri," ucapnya.
Perubahan UUD, menurut Kalla, tak hanya terjadi di Indonesia. Misalnya, di Amerika Serikat yang telah 27 kali mengamandemen konstitusinya dalam kurun waktu 227 tahun.
Contoh negara lain, India yang sudah 100 kali mengamandemen dalam kurun waktu 60 tahun, serta Thailand dan Malaysia yang masing-masing sudah 20 kali dan 57 kali amandemen.