JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti menilai perundang-undangan di Indonesia belum mampu mencegah konflik kepentingan petahana saat dia berkampanye untuk maju kembali di pilkada.
Pernyataan Ramlan itu menanggapi sikap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang mengajukan uji materi terhadap Pasal 70 ayat 3 Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, karena keberatan harus cuti selama tiga bulan.
Menurut Ramlan, sejatinya petahana yang hendak maju kembali di pilkada tak perlu mengajukan cuti saat masa kampanye jike perundang-undangan di Indonesia mampu mencegah terjadinya konflik kepentingan saat petahana berkampanye.
"Seperti di Amerika Serikat (AS) misalnya, seorang petahana baik di tingkat lokal maupun nasional tidak perlu cuti saat maju lagi dan berkampanye sebab di sana ada UU yang memberi sanksi tegas jika petahana terbukti menggunakan fasilitas negara," ujar Ramlan saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/8/2016).
Dia menuturkan, jika petahana diharuskan cuti maka dia dirugikan, sebab tak bisa menyelesaikan program kerjanya hingga akhir periode jabatan.
Ramlan menambahkan, sejatinya tak hanya petahana yang dirugikan tetapi publik juga karena tak bisa merasakan janji pembangunan petahana hingga akhir periode jabatan.
"Memang petahana bisa digantikan oleh pelaksana tugas (Plt) tetapi kan Plt tidak memahami seutuhnya arah pembangunan yang telah direncanakan oleh petahana dan nantinya itu akan terjadi saat Plt dihadapkan dalam menentukan prioritas anggaran," ucap Ramlan.
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu pun menyatakan semestinya DPR jeli dalam melihat persoalan ini.
"Akhirnya percuma saja anggota dewan studi banding ke luar negeri tapi perundang-undangannya tak ada yang tegas mengatur larangan penggunaan fasilitas negara saat berkampanye," ujar Ramlan.
"Seharusnya polemik cuti saat kampanye tak perlu terjadi jika ada aturan tegas yang memberi sanksi saat petahana terbukti menggunakan fasilitas negara ketika berkampanye, karena kalau ada aturan itu petahana tak perlu cuti," lanjut dia.
Sebelumnya, Ahok mengajukan peninjauan kembali ke MK terkait cuti kampanye pejabat yang menjabat atau petahana.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, calon gubernur dan wakil gubernur yang menjabat harus mengambil cuti selama masa kampanye.
Untuk pilkada serentak 2017, masa cutinya dimulai 26 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017, atau sekitar empat bulan.
Ahok mengatakan, sebenarnya dirinya setuju jika calon petahana harus cuti selama masa kampanye. Namun, dia ingin ada pilihan bagi calon petahana yang tidak ingin berkampanye.
Bahkan, Ahok bersedia tidak ingin melakukan kampanye sehingga dia tidak perlu cuti. Dia lebih memilih beraktivitas seperti biasa dan menjaga APBD DKI.
"Ngajuin cuti itu kan pilihan. Dilindungi UU bahwa saya bertugas sampai 5 tahun. Saya menyatakan tidak mau kampanye, saya mau bahas APBD," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (3/8/2016).