JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi W. Eddyono mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan pengujian Pasal 7 ayat 2 UU No 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU Grasi) dalam putusan MK.
Pasal itu mengatur grasi diajukan paling lama dalam jangka waktu satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika lebih dari satu tahun dianggap kadaluwarsa.
Dalam Putusan bernomor NO 107/PUU-XII/2015, MK memutuskan bahwa permohonan grasi merupakan hak prerogatif presiden yang tidak dibatasi waktu pengajuannya karena menghilangkan hak konstitusional terpidana.
"Pembatasan pengajuan grasi justru melanggar prinsip keadilan yang diatur dalam Konstitusi RI," kata Supriyadi dalam pesan singkatnya, Rabu (15/6/2016).
Menurut Supriyadi, UU Grasi dari segi prosedur permohonan justru menghambat hak-hak warga Negara untuk memperoleh keadilan.
(Baca: Gugatan Dikabulkan MK, Terpidana Mati Pembunuhan Bos PT Asaba Bisa Ajukan Grasi Lagi)
"Permohonan grasi adalah hak prerogatif Presiden yang tidak boleh dibatasi," ucap dia.
Suud Rusli, terpidana mati kasus pembunuhan direktur utama PT Aneka Sakti Bhakti (Asaba), bersyukur setelah gugatan uji materi yang diajukannya, dikabulkan.
Keputusan ini memungkinkan Suud untuk kembali mengajukan grasi.
"Alhamdulilah, semua tentu punya harapan yang terbaik. Hari ini adalah satu jalan yang mungkin kami akan ambil langkah berikutnya lagi," ujar Suud usai mengikuti persidangan di MK, Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2016).
Meskipun demikian, Suud mengaku belum tahu kapan dirinya akan kembali mengajukan grasi.
Suud sebelumnya sudah mengajukan grasi pada 2013. Namun, permohonannya itu ditolak karena dianggap melanggar Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
"Waktu itu saya tidak tahu kalau putusan sudah keluar, karena di rumah tahanan militer tidak seperti di sipil karena semua serba tertutup dan terbatas," tutur dia.
(Baca: MK Kabulkan Gugatan Pembunuh Dirut PT Asaba)
Dalam gugatannya, Suud menyebut bahwa pemberian grasi merupakan hak prerogatif presiden.
Hak itu tidak boleh dibatasi waktu pengajuannya karena bertentangan dengan keadilan yang diatur dalam UUD 1945.