Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK tentang UU Grasi Diapresiasi

Kompas.com - 15/06/2016, 21:36 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi W. Eddyono mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan pengujian Pasal 7 ayat 2 UU No 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU Grasi) dalam putusan MK.

Pasal itu mengatur grasi diajukan paling lama dalam jangka waktu satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika lebih dari satu tahun dianggap kadaluwarsa.

Dalam Putusan bernomor NO 107/PUU-XII/2015, MK memutuskan bahwa permohonan grasi merupakan hak prerogatif presiden yang tidak dibatasi waktu pengajuannya karena menghilangkan hak konstitusional terpidana.

"Pembatasan pengajuan grasi justru melanggar prinsip keadilan yang diatur dalam Konstitusi RI," kata Supriyadi dalam pesan singkatnya, Rabu (15/6/2016).

Menurut Supriyadi, UU Grasi dari segi prosedur permohonan justru menghambat hak-hak warga Negara untuk memperoleh keadilan.

(Baca: Gugatan Dikabulkan MK, Terpidana Mati Pembunuhan Bos PT Asaba Bisa Ajukan Grasi Lagi)

"Permohonan grasi adalah hak prerogatif Presiden yang tidak boleh dibatasi," ucap dia.

Suud Rusli, terpidana mati kasus pembunuhan direktur utama PT Aneka Sakti Bhakti (Asaba), bersyukur setelah gugatan uji materi yang diajukannya, dikabulkan.

Keputusan ini memungkinkan Suud untuk kembali mengajukan grasi.

"Alhamdulilah, semua tentu punya harapan yang terbaik. Hari ini adalah satu jalan yang mungkin kami akan ambil langkah berikutnya lagi," ujar Suud usai mengikuti persidangan di MK, Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2016).

Meskipun demikian, Suud mengaku belum tahu kapan dirinya akan kembali mengajukan grasi. 

Suud sebelumnya sudah mengajukan grasi pada 2013. Namun, permohonannya itu ditolak karena dianggap melanggar Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

"Waktu itu saya tidak tahu kalau putusan sudah keluar, karena di rumah tahanan militer tidak seperti di sipil karena semua serba tertutup dan terbatas," tutur dia.

(Baca: MK Kabulkan Gugatan Pembunuh Dirut PT Asaba)

Dalam gugatannya, Suud menyebut bahwa pemberian grasi merupakan hak prerogatif presiden.

Hak itu tidak boleh dibatasi waktu pengajuannya karena bertentangan dengan keadilan yang diatur dalam UUD 1945.

Kompas TV Indonesia Tuan Rumah Pertemuan MK se-Asia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com