JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul menjelaskan kronologi pengungkapan kasus peredaran uang palsu yang melibatkan anggota TNI.
Mulanya, polisi mengincar MR dengan sangkaan terlibat sindikat uang palsu. Polisi menyamar sebagai pembeli uang palsu kepada MR.
Polisi melakukan pendekatan ke MR sehingga terjadilah pertemuan di Rumah Sakit UKI di Cawang, Jakarta Timur. Ternyata, saat transaksi, MR mengarahkan ke AL, yang belakangan diketahui anggota TNI.
"Kemudian MR ini menuju ke personel yang dari TNI. Setelah itu uang itu ada pada Pak AL ini," ujar Martinus di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Keduanya kemudian ditangkap. Dari keduanya, polisi menyita 3.000 lembar uang palsu pecahan Rp 100.000.
Karena AL diketahui merupakan anggota TNI saat diperiksa, Bareskrim menyerahkan proses hukumnya ke Polisi Militer TNI.
"Sementara itu, telah ditetapkan tersangka atas nama MR dengan barang bukti sejumlah uang palsu dengan pecahan Rp 100.000 yang jumlahnya hampir Rp 30 juta," kata Martinus.
Penyidik masih mendalami asal-usul uang palsu ini. Menurut Martinus, ahli dari Bank Indonesia menganggap uang palsu yang disita mendekati asli.
"Nomor serinya ini sudah keluar dan peredarannya (uang asli) ada di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan di daerah Yogya," kata dia.
Martinus mengimbau masyarakat agar waspada sehingga tidak tertipu dengan peredaran uang palsu. Ia mengingatkan masyarakat untuk selalu menerapkan prinsip 3D, yakni dilihat, diraba, dan diterawang.
"Pihak kepolisian sendiri akan menyerahkan kepada BI untuk mendata dan mengetahui jumlah uang palsu itu," kata Martinus.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Sabrar Fadhilah sebelumnya mengatakan, perwira TNI tersebut akan menjalani pemeriksaan di POM TNI AD. Menurut dia, AL bertugas di Kementerian Pertahanan.