Salah satu yang diperiksa adalah mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Laksamana Sukardi.
"Untuk kasus PT Hotel Indonesia Natour, ada empat saksi," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto, Selasa (1/3/2016).
Selain Laksamana Sukardi, Kejagung akan memeriksa Direktur Utama PT Grand Indonesia, Fransiskus; Dirut PT Cipta Karya Bumi Indah, Johanies; dan Wijajanto dari pihak swasta.
Kontrak antara PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Grand Indonesia ini diduga merugikan BUMN tersebut sebesar Rp 1,2 triliun.
Awalnya, negara memiliki lahan yang saat ini terbangun kompleks Grand Indonesia dan mempercayakan lahan itu kepada PT HIN.
Tahun 2002, perusahaan milik negara tersebut melakukan kerja sama dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (PT CKBI) untuk membangun lahan itu.
Kerja sama yang baru diteken pada 2004 itu menggunakan skema perjanjian bangun-guna-serah atau built-operate-transfer (BOT).
Dalam skema perjanjian itu, hanya empat aset yang sepakat untuk dibangun, yakni hotel bintang lima Kempinsky, pusat perbelanjaan Grand Indonesia west mall, east mall dan fasilitas parkir.
Namun, PT CKBI melalui anak perusahaannya, PT Grand Indonesia, melakukan subkontrak lagi dengan pengusaha lain, yakni BCA dan Apartemen Kempinsky.
Menara BCA dan Apartemen Kempinsky pun memiliki bangunan di aset lahan milik negara tersebut.
Dua pembangunan itu selama ini tidak memberikan pemasukan kepada negara karena di luar dari perjanjian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.