Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dikritik Sama Ratakan Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM

Kompas.com - 07/01/2016, 13:57 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dikritik. Pasalnya, pemerintah dianggap tidak bersungguh-sungguh karena hanya akan menyesali dan menyamaratakan semua kasus pelanggaran berat HAM.

"Penyelesaian ini tetap harus dalam kerangka dan mekanisme yang akuntabel, berdasarkan undang-undang dan berkeadilan," kata Ketua Setara Institute, Hendardi di Jakarta, Kamis (7/1/2016).

Hendardi menyayangkan pernyataan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan dan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang ingin penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM melalui jalur non-yudisial.

Menurut Hendardi, penyelesaian kasus melalui jalur non-yudisial, meminta maaf atau menyesali, justru melemahkan komitmen pemerintah dalam menyelesaikan pelanggaran berat HAM.

Hendardi mendorong agar Presiden Joko Widodo memastikan kasus pelanggaran berat HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 diungkap faktanya. (baca: Jokowi Minta Jaksa Agung Tuntaskan Pelanggaran HAM Masa Lalu)

Pengungkapan kebenaran itu, kata Hendardi, dapat menjadi penentu untuk pemerintah mengambil langkah penyelesaian bagi korban pelanggaran berat HAM.

Selain itu, Hendardi juga meminta Presiden Jokowi tidak menyamaratakan cara menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM.

Kasus yang ia jadikan contoh adalah kasus penculikan paksa yang datanya sudah cukup lengkap dan direkomendasikan DPR diselesaikan melalui pengadilan HAM.

Selain itu, kasus Wamena-Wasior yang terjadi 2003-2004 harus diadili melalui peradilan HAM karena terjadi setelah UU 26/2000 diterbitkan.

"Generalisasi atas semua kasus HAM menunjukkan adanya maksud tertentu untuk menebalkan impunitas bagi para pelaku, meskipun alat bukti mencukupi untuk digelarnya sebuah peradilan," ucap Hendardi.

Pemerintah akan menyatakan penyesalannya atas peristiwa tujuh kasus pelanggaran berat HAM. (baca: Pemerintah Pilih Nyatakan Penyesalan Ketimbang Minta Maaf di Kasus HAM Berat)

Pernyataan penyesalan itu dipilih untuk mengganti permintaan maaf pemerintah terhadap keluarga korban kejahatan HAM yang sempat mencuat beberapa waktu lalu.

"Menyangkut masalah HAM, kami proses juga, tapi tidak dalam konteks meminta maaf. Kami lagi cari non-yudisial pendekatannya, kami lagi cari kalimat yang pas untuk itu," ujar Luhut di Istana Kepresidenan, Selasa (5/1/2015).

Selain memberikan pernyataan menyesal, Luhut menyebut pemerintah juga tengah menyiapkan langkah lainnya untuk menuntaskan kasus HAM.

Beberapa opsi sedang dikaji. Namun, di antara opsi itu, pemerintah dipastikan tidak akan memberikan ganti rugi kepada keluarga korban.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bicara Pilkada Sumbar 2024, Zulhas: PAN Calon Gubernurnya, Wakil dari Gerindra

Bicara Pilkada Sumbar 2024, Zulhas: PAN Calon Gubernurnya, Wakil dari Gerindra

Nasional
Sejahterakan Pekebun, BPDPKS Dukung Kenaikan Pendanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat

Sejahterakan Pekebun, BPDPKS Dukung Kenaikan Pendanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat

Nasional
Miliki Manfaat yang Luas, Minyak Kelapa Sawit Disebut Paling Potensial untuk Diolah Jadi Energi

Miliki Manfaat yang Luas, Minyak Kelapa Sawit Disebut Paling Potensial untuk Diolah Jadi Energi

Nasional
Pegawai Pajak Yulmanizar Divonis 4 Tahun Penjara, Terbukti Terima Suap Rp 17,9 Miliar

Pegawai Pajak Yulmanizar Divonis 4 Tahun Penjara, Terbukti Terima Suap Rp 17,9 Miliar

Nasional
PAN Yakin IKN Tetap Lanjut meski Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur

PAN Yakin IKN Tetap Lanjut meski Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur

Nasional
Tingkat Kemiskinan Ekstrem di 6 Provinsi Papua Masih Tinggi

Tingkat Kemiskinan Ekstrem di 6 Provinsi Papua Masih Tinggi

Nasional
Kasus 109 Ton Emas Antam, Kejagung: Emasnya Asli, tapi Perolehannya Ilegal

Kasus 109 Ton Emas Antam, Kejagung: Emasnya Asli, tapi Perolehannya Ilegal

Nasional
35 Bakal Calon Kepala Daerah Dapat Rekomendasi PKB, Ini Daftarnya

35 Bakal Calon Kepala Daerah Dapat Rekomendasi PKB, Ini Daftarnya

Nasional
Pemerintah Targetkan Kemiskinan Ekstrem Kurang dari 1 Persen di Akhir Kepemimpinan Jokowi

Pemerintah Targetkan Kemiskinan Ekstrem Kurang dari 1 Persen di Akhir Kepemimpinan Jokowi

Nasional
PKB Klaim Kian Banyak Relawan Dorong Kiai Marzuki di Pilkada Jatim

PKB Klaim Kian Banyak Relawan Dorong Kiai Marzuki di Pilkada Jatim

Nasional
Menpora Ungkap Pertemuan Prabowo-Ridwan Kamil Bahas Pilkada Jabar

Menpora Ungkap Pertemuan Prabowo-Ridwan Kamil Bahas Pilkada Jabar

Nasional
Anggota DPR Minta Pemerintah Jelaskan Detail Izin Usaha Tambang Ormas

Anggota DPR Minta Pemerintah Jelaskan Detail Izin Usaha Tambang Ormas

Nasional
Akui Tapera Banyak Dikritik, Menteri PUPR: Kita Ikuti Saja Prosesnya

Akui Tapera Banyak Dikritik, Menteri PUPR: Kita Ikuti Saja Prosesnya

Nasional
Hasto Beri Sinyal PDI-P Bakal Lawan Calon Didukung Jokowi di Pilkada 2024

Hasto Beri Sinyal PDI-P Bakal Lawan Calon Didukung Jokowi di Pilkada 2024

Nasional
Terima SK, Khofifah-Emil Dardak Resmi Didukung PAN di Pilkada Jatim 2024

Terima SK, Khofifah-Emil Dardak Resmi Didukung PAN di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com