Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukungan KMP untuk Setya Novanto Bikin MKD "Masuk Angin"?

Kompas.com - 24/11/2015, 07:38 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebagian besar anggota Mahkamah Kehormatan Dewan mempersoalkan legal standing Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said terkait laporannya terhadap Ketua DPR Setya Novanto.

Sudirman melaporkan Setya ke MKD atas dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, menilai, sikap sebagian besar anggota MKD ini "masuk angin". Ia menduga, salah satu penyebabnya adalah dukungan yang diberikan Koalisi Merah Putih (KMP) kepada Setya Novanto.

"Jelas kelihatan sebagian anggota MKD sudah tidak independen sejak awal. Dukungan resmi dari KMP terhadap Setya memberi angin kepada anggota MKD untuk tak perlu takut membela Setya Novanto," kata Lucius, Senin (23/11/2015).

Menurut dia, sikap MKD yang mempertanyakan legal standing Sudirman merupakan langkah mundur. Publik sudah cukup jauh membicarakan persoalan ini dan berharap MKD secepatnya menyelesaikannya.

"Ke mana saja MKD selama ini untuk mencari tahu soal legal standing ini? Ketika publik mengharapkan MKD melaju dengan proses persidangan untuk menuntaskan kasus Setya Novanto, MKD malah mengerem proses itu dengan mempermasalahkan legal standing pelapor," kata dia.

Dalam pandangan publik, menurut dia, sikap MKD ini bisa dibaca sebagai bentuk mengulur-ulur waktu penyelesaian kasus dengan harapan kasus ini bisa diatur sesuai dengan keinginan Novanto. 

Oleh karena itu, Lucius mengatakan, tak ada alasan untuk membiarkan rapat-rapat MKD dilakukan secara tertutup.

"Membiarkan MKD melakukan rapat tertutup sama artinya dengan memuluskan langkah Setya Novanto untuk terbebas dari jeratan sanksi yang menantinya," kata dia.

Dalam laporannya ke MKD, Senin (16/11/2015), Sudirman menyebut Setya Novanto bersama pengusaha Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin bertemu sebanyak tiga kali.

Pada pertemuan ketiga 8 Juni 2015, Novanto meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.

Novanto juga meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika dan meminta PT Freeport menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dalam proyek tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com