Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Lupa, Kapan Terakhir Kali Matahari Bersinar di Palembang..."

Kompas.com - 29/10/2015, 16:09 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

PALEMBANG, KOMPAS.com - Kabut asap tebal masih menyelimuti Kota Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (29/10/2015) pagi. Meski demikian, masyarakat tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa.

Sepertinya tidak ada yang menyadari bahwa berbagai partikel berbahaya yang mematikan sedang menyatu dengan udara di kota itu.

Kabut asap bukan hal yang baru bagi warga yang tinggal di Sumatera Selatan. Setiap tahun pada musim kemarau, kabut asap yang menyelimuti kota hampir pasti terjadi. Penyebab kabut asap tidak lain adalah pembakaran lahan oleh petani perkebunan dan perusahaan pengelola kawasan hutan.

Beberapa masyarakat menyebut hal itu sebagai budaya bercocok tanam saat membuka lahan baru. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, api yang ditimbulkan pada tahun ini ternyata tidak dapat dikendalikan.

Kemarau panjang ditambah El Nino dengan kecepatan tertinggi sejak yang terjadi pada 1997, dengan cepat membakar semua jenis tanaman.

Belum lagi sebagian besar kawasan hutan yang terbakar berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel, yang lahannya dilapisi tanah gambut. Lahan tersebut seolah-olah menyimpan bara di bawah permukaan tanah.

Pantas jika tahun ini disebut sebagai bencana kabut asap yang terparah. Setidaknya, asap kecoklatan yang membuat kota semakin gelap meski pada siang hari, telah terjadi sejak 3 bulan terakhir.

"Saya sudah lupa kapan terakhir kali melihat matahari bersinar di Palembang," ujar Usep, warga Kota Palembang, saat menceritakan kondisi kabut asap yang terjadi di tempat tinggalnya.

Menurut Usep, kondisi terburuk terjadi pada akhir September-awal Oktober 2015. Kabut asap mengurangi jarak pandang hanya sekitar 50-100 meter, sehingga menimbulkan kemacetan di jalan-jalan raya. Berbagai gangguan pernapasan seperti batuk, flu, dan mata perih akibat asap dirasakan sebagian besar masyarakat.

Ahmad Yani, seorang warga Palembang lainnya mengatakan, kondisi paling tragis terjadi pada masyarakat yang memiliki bayi dan balita. Asap menembus masuk, meski di dalam ruangan tertutup.

"Bagi yang punya AC (pendingin udara) kondisinya lebih baik. Tapi yang tidak, terpaksa jendela kamar ditutup dengan papan untuk menghalau asap," kata Ahmad.

Dalam data Kementerian Sosial, bencana kabut asap dampak kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan sudah mengakibatkan 19 orang meninggal dunia dan ribuan orang lainnya terpapar udara tidak sehat.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyebutkan, dari 19 korban meninggal dunia, sebanyak 5 orang di antaranya berasal dari Kalimantan Tengah, 5 orang dari Sumatera Selatan, dan 5 orang dari Riau.

Upaya penyelamatan

Berbagai upaya penyelamatan warga mulai dilakukan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Untuk di Palembang, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan membuat tempat evakuasi yang diberi nama “Rumah Singgah Dampak Kabut Asap”.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

Nasional
Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Nasional
Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Nasional
Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Nasional
Kontroversi Usulan Bansos untuk 'Korban' Judi Online

Kontroversi Usulan Bansos untuk "Korban" Judi Online

Nasional
Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Nasional
MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

Nasional
Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Nasional
MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

Nasional
[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK 'Gentle'

[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK "Gentle"

Nasional
Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com