Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah-DPR Sepakat Tunda Bahas Revisi UU KPK

Kompas.com - 13/10/2015, 18:00 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR RI bersepakat untuk menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai masa sidang DPR berikutnya. Penundaan pembahasan disepakati karena pemerintah ingin fokus pada perbaikan ekonomi nasional.

"Kita sudah sepakat mengenai penyempurnaan Undang-Undang KPK itu kita masih menunggu pada persidangan yang akan datang," kata Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, seusai menghadiri rapat konsultasi Presiden Joko Widodo dengan pimpinan DPR, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (13/10/2015).

Luhut mengungkapkan, pemerintah saat ini masih ingin berkonsentrasi pada perbaikan ekonomi nasional dan menyelesaikan Rancangan APBN 2016. "Karena pemerintah perlu melihat proses recovery berjalan baik," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPR Setya Novanto mengatakan bahwa pihaknya memahami alasan pemerintah. Selain harus segera menyelesaikan RAPBN 2016, masa sidang DPR juga sedah mendekati masa reses.

"Pertemuan ini memberikan suatu gambaran besar akan bisa kita selesaikan setelah semuanya itu. Khususnya membuat KPK akan lebih baik," ujar Novanto.

Rapat konsultasi itu dihadiri oleh seluruh pimpinan DPR. Ketua DPR Setya Novanto didampingi empat wakilnya, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto, dan Taufik Kurniawan. Nampak menteri yang mendampingi Jokowi adalah Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Kepala Staf Presiden Teten Masduki.

Pada Senin (12/10/2015), Luhut telah lebih dulu menerima poin utama yang menjadi substansi revisi UU KPK dari pimpinan DPR. Poin utama itu adalah adalah diberikannya kewenangan pada KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), diaturnya kembali kewenangan menyadap, keberadaan penyidik independen, dan dibentuknya badan pengawas KPK.

"Tidak ada konteks di luar empat konteks yang saya sebutkan. Sampai hari ini," ucap Luhut, Senin (12/10/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com