Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunda SK Pemberhentian Kepala Daerah Dinilai Membebani Mendagri

Kompas.com - 24/06/2015, 15:50 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow, menilai saran untuk menunda penerbitan Surat Keputusan (SK) pemberhentian kepala daerah, dapat membebani Menteri Dalam Negeri.

Sebelumnya, saran agar Mendagri menunda SK tersebut disampaikan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat, agar tidak digunakan para petahana sebagai celah untuk memuluskan keluarga atau kerabatnya sebagai calon kepala daerah.

"Mendagri jangan diberi beban tambahan untuk memproses (menahan) pengunduran diri kepala daerah," ujar Jeirry, dalam diskusi di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Rabu (24/6/2015).

Menurut Jeirry, saran untuk penundaan tersebut dapat memberi ruang bagi Mendagri untuk bersikap tidak independen. Ia mengkhawatirkan akan timbul keberpihakan mengenai konflik kepentingan, terlebih lagi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya berasal dari partai politik.

Jeirry mengatakan, sebaiknya aturan mengenai syarat calon kepala daerah, lebih spesifik mengenai hubungan dengan petahana, diatur oleh KPU. Ia menyarankan agar KPU menarik Surat Edaran tertanggal 12 Juni 2015, kemudian menerbitkan Surat Edaran baru yang memperluas definisi petahana.

"Misalnya, dijelaskan bahwa orang yang sedang menjabat atau belum setahun setelah ia selesai menjabat, tetap berstatus sebagai petahana. Jarak satu tahun itu untuk menetralisir pengaruh politik," kata Jeirry.

Sebelumnya, pengunduran diri beberapa kepala daerah menjelang dibukanya pendaftaran calon kepala daerah untuk pilkada serentak, diduga sebagai upaya kepala daerah untuk menghindari aturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Dalam UU itu terdapat salah satu aturan yang melarang keluarga atau kerabat petahana untuk mengikuti pemilihan.

Aturan itu dibuat untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan, dan terbentuknya politik dinasti yang berpotensi membuka ruang praktik korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com