Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tawarkan Kasus Pelanggaran HAM Diselesaikan dengan Rekonsiliasi

Kompas.com - 21/05/2015, 17:09 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah membuka kemungkinan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang tergolong berat melalui pendekatan rekonsiliasi. Dengan demikian, penyelesaiannya tidak melalui jalur hukum atau yudisial.

"Agar ada akhirnya, kita tawarkan penyelesaian dengan pendekatan non-yudisial, yakni rekonsiliasi. Tentunya dengan semangat yang sama, tekad yang sama, demi kelangsungan bangsa. Kita akan lakukan, dengan apa pun caranya," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/5/2015).

Kejaksaan Agung menggelar rapat bersama terkait dengan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Rapat tersebut diikuti Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Komisioner Komnas HAM Nur Kholis, serta Jimly Asshiddiqie sebagai Ketua Dewan Kehormatan Komnas HAM.

Tedjo Edhy menyampaikan bahwa pemerintah ingin mengakhiri kasus pelanggaran HAM berat yang selama ini menjadi ganjalan. Pelanggaran HAM berat tidak bisa terus dibiarkan karena dapat menjadi beban bangsa. Terlebih lagi, kasus pelanggaran HAM berat tidak memiliki masa kedaluwarsa.

"Jadi, kalau tidak diselesaikan, bisa mewariskan kepada anak, cucu," ucap Tedjo.

Di samping itu, peristiwa yang mendasari kasus pelanggaran HAM berat ini sudah lama terjadi. Dengan demikian, bukti-bukti yang diperlukan untuk mengusut kasus ini melalui jalur hukum sulit diperoleh.

Untuk menindaklanjuti hasil rapat hari ini, pemerintah sepakat membentuk tim gabungan. Tim juga akan berfungsi sebagai forum konsultasi antara Komnas HAM, Polri, Menko Polhukam, TNI, dan Kejaksaan Agung. Selain itu, sebuah komite akan dibentuk, yang merupakan unit dari tim gabungan tersebut. Komite ini nantinya akan melibatkan korban atau perwakilan korban pelanggaran HAM.

"Perwakilan korban, pendamping, akan masuk di dalamnya. Jadi, komite ini akan lebih operasional. Mungkin nanti memiliki kantor tersendiri yang mengomunikasikan korban pelanggaran HAM dengan keluarga korban," ucap Nur Kholis.

Nantinya, tim gabungan dan komite ini akan berada langsung di bawah Presiden. Untuk selanjutnya, Menko Polhukam akan melaporkan hasil rapat ini kepada Presiden. "Kita akan segera tindak lanjuti jika beberapa hal yang kami sampaikan lalu Presiden nyatakan setuju," ucap Nur Kholis.

Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebelum masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berakhir.

Jimly menambahkan, pemerintah perlu meyakinkan masyarakat bahwa kasus pelanggaran HAM berat tidak bisa diselesaikan di atas meja. Partisipasi masyarakat dan keterlibatan pihak korban diperlukan dalam upaya penyelesaian kasus ini.

Sebelumnya disepakati bahwa ada enam kasus pelanggaran HAM berat yang akan diselesaikan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, yakni kasus Talangsari, Wamena-Wasior, penghilangan orang secara paksa, penembakan misterius, G30SPKI, dan kerusuhan Mei 1998.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com