Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyuap Annas Maamun Dituntut 4,5 Tahun Penjara

Kompas.com - 05/02/2015, 11:55 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau, Gulat Medali Emas Manurung dengan pidana penjara selama empat tahun enam bulan. Gulat dianggap terbukti menyuap Gubernur Riau saat itu, Annas Maamun, dalam pengajuan alih fungsi hutan di Provinsi Riau.

"Menuntut agar majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili dan memeriksa perkara ini bisa memutuskan, menyatakan Gulat terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi," ujar Jaksa Kresno Anto Wibowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (5/2/2015).

Selain itu, Gulat juga dituntut membayar denda sebesar Rp 150 juta subsidier enam bulan kurungan.

Atas perbuatannya, Gulat dianggap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun hal-hal yang memberatkan, yaitu Gulat dianggap tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Gulat juga tidak mengakui perbuatannya selama persidangan.

"Dan selaku tenaga pendidik telah memberikan catatan tidak baik," kata Kresno.

Jaksa mengatakan, Gulat menyuap Annas sebesar 166.100 dollar AS atau setara dengan Rp 2 miliar. Annas lantas meminta Gulat mengkonversi uang tersebut ke dalam mata uang Singapura menjadi 156.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta.

Sejumlah uang tersebut dimaksudkan agar Annas memasukkan areal perkebunan sawitnya ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan menjadi bukan hutan. Areal kebun kelapa sawit yang diajukan Gulat berada di Kabupaten Kuantan Singigi seluas 1.188 hektar dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 hektar.

Pada 17 September 2014, Annas menerbitkan surat revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang merupakan revisi atas surat usulan pertama.

Pada usulan pertama disebutkan bahwa kebun untuk masyarakat miskin yang tersebar di beberapa kabupaten/kota, di antaranya Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.700 hektar.

Ada pun dalam usulan kedua, dalam surat tersebut ditambahkan lokasi kebun untuk masyarakat miskin juga terdapat di Kabupaten Siak seluas 2.045 hektar disertai lampiran peta revisi usulan yang telah dimasukkan areal kelapa sawit titipan Gulat.

Kemudian pada 22 September 2014, Annas meminta uang sebesar Rp 2,9 miliar kepada Gulat terkait pengurusan usulan revisi perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau. Namun, Gulat hanya mampu menyediakan uang sebesar 166.100 dollar AS atau senilai Rp 2 miliar.

Uang tersebut dibawa Gulat ke Jakarta untuk diserahkan kepada Annas yang sedang berada di rumahnya di kawasan Cibubur. Tak lama setelah transaksi antara Gulat dan Annas dilakukan, petugas KPK menangkap tangan kedua orang itu beserta lima orang lainnya yang berada di rumah tersebut. Dari tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang sejumlah 156.000 dollar Singapura dan Rp 460 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com