Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Independen Minta Budi Gunawan Mundur seperti Bambang Widjojanto

Kompas.com - 05/02/2015, 07:54 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim independen yang dibentuk Presiden Joko Widodo untuk mengatasi konflik Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri, mendesak Komjen Budi Gunawan segera mundur sebagai kapolri terpilih. Budi dianggap tak layak untuk dilantik sebagai kapolri karena berstatus tersangka penerimaan gratifikasi dan rekening gendut di KPK.

"Harusnya seperti pimpinan KPK, kalau undang-undang bilang tersangka, ya mengundurkan diri," kata anggota tim independen, Hikmahanto Juwana kepada Kompas.com, Rabu (4/2/2015) malam.

Hal tersebut disampaikan Hikmahanto menanggapi pertemuan Presiden Joko Widodo dengan elite Koalisi Indonesia Hebat di Istana Negara, Selasa lalu. Dalam pertemuan itu, Jokowi dan KIH disebut sudah sepakat untuk menunggu hingga hasil praperadilan yang dilakukan Budi Gunawan.

"Tersangka korupsi memang bisa praperadilan. Tapi ini enggak bagus juga, orang tersangka oleh KPK nanti semuanya pergi ke praperadilan," ujarnya.

Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia ini menambahkan, intinya tim independen tetap berkomitmen kepada rekomendasi yang diberikan sejak awal. Rekomendasi itu adalah meminta presiden agar tidak melantik Budi Gunawan sebagai kapolri. Namun, kata dia, keputusan akhir tetap ada di tangan Presiden.

"Supaya marwah orgnisasi dan lembaga tetap terjaga. (Kalau Budi dilantik) institusi hukum akan diduduki mereka yang punya status hukum," ujar Hikmahanto.

Hingga kini, Jokowi belum menentukan sikap apakah akan melantik Budi Gunawan sebagai kapolri atau membatalkannya. Jokowi memutuskan menunda pelantikan itu setelah Budi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Jokowi telah meminta masukan dari tim independen, Dewan Pertimbangan Presiden, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), presiden ketiga RI BJ Habibie, Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto, hingga pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengambil keputusan.

Terakhir, Jokowi bersama Jusuf Kalla bertemu elite KIH di Istana. Hadir dalam pertemuan itu Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso, serta Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Surabaya M Romahurmuziy.

Jokowi mengaku, pertemuan itu membahas kisruh KPK-Polri. "Saya enggak perlu tutup-tutupi (pertemuan itu) bahas permasalahan ini, masalah Polri-KPK," kata Jokowi, di Gedung Bidakara, Jakarta, Rabu (4/1/2015). (Baca: Bertemu Megawati dan Elite KIH, Jokowi Akui Bahas Kisruh KPK-Polri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com