Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Izin Operasional Milik 34 Pelaksana Penempatan TKI Swasta Terancam Dicabut

Kompas.com - 03/02/2015, 06:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 30 orang pengawas ketenagakerjaan memeriksa 34 Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang melanggar ketentuan her registrasi atau daftar ulang. Bila terbukti melanggar, maka 34 PPTKIS yang termasuk dalam kategori merah tersebut terancam sanksi pencabutan izin operasional SIUP (Surat Izin Usaha Penempatan).

“Menindaklanjuti hasil laporan her registrasi PPTKIS, para pengawas ketenagakerjaan telah langsung diterjunkan  ke lapangan untuk mengecek kondisi  34 PPTKIS itu,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri, Senin (2/2/2015).

Hanif mengatakan, tim khusus pengawasan yang diterjunkan itu merupakan gabungan pegawai pengawas dari Kementerian Ketenagakerjaan serta pengawas daerah yang berasal dari beberapa Dinas-dinas Tenaga Kerja setempat. “Ada sekitar 30 orang pengawas ketenagakerjaan yang khsusus melakukan pemeriksaan terhadap 34 PPTKIS. Tiap tim terdiri dari tiga orang dan akan melakukan berbagai pemeriksaan di PPTKIS yang terancam dicabut SIUP-nya,” kata Hanif.

Materi pemeriksaan, kata Hanif, antara lain terdiri atas pemeriksaan fisik kantor PPTKIS, fasilitas penampungan calon TKI, kondisi Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK-LN) dan kelengkapan persyaratan administrasi lainnya.

Hanif berharap laporan pemeriksaan PPTKIS itu segera dilengkapi berkasnya sehingga dapat segera ditindaklanjuti dengan penjatuhan sanksi berdasarkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya.

Sebelumnya, kemenaker telah melakukan evaluasi her registrasi terhadap seluruh PPTKIS di Indonesia. Hasilnya  kemenaker memetakan 517 PPTKIS berdasarkan 3 kategori kelompok warna berdasarkan rangking yaitu kelompok hijau, kuning dan merah.

“Sebanyak 314 PPTKIS dinyatakan termasuk kelompok berwarna hijau, yaitu telah menyerahkan dokumen secara lengkap dan memenuhi persyaratan administrasi sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Hanif.

Sedangkan 169 PPTKIS termasuk dalam ketegori kuning karena telah melakukan her registrasi tetapi berkas dokumen belum lengkap. Dokumen yang belum lengkap antara lain terdiri dari neraca keuangan oleh akuntan publik, izin penampungan, izin balai latihan kerja, izin kantor cabang yang dikeluarkan oleh dinas setempat, laporan tahunan rencana kerja penempatan dan kontrak kerja perusahaan dengan karyawan.

“Sisanya sebanyak 34 PPTKIS termasuk dalam berwarna merah karena tidak melakukan her registrasi sehingga izin operasionalnya terancam dicabut dan tidak bisa melakukan penempatan TKI lagi,“ kata Hanif.

Hanif menegaskan pemerintah konsisten melakukan tindakan tegas kepada PPTKIS yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundanga-undangan dan merugikan para calon TKI yang hendak bekerja ke luar negeri.

“Dalam tahapan awal kita memang melakukan pembinaan untuk melakukan perbaikan dan evaluasi ulang, namun jika tetap melakukan pelanggaran maka akan diberikan tindakan tegas berupa skorsing dan pembekuan/pencabutan ijin PPTKIS, kata Hanif.

Dikatakan Hanif pencabutan ijin merupakan salah satu bentuk penegakan hukum yang dilakukan pemerintah. Diharapkan  hal ini mampu memberikan efek jera bagi perusahaan lainnya sehingga kesalahan serupa tidak terulang lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Nasional
Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Nasional
Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Nasional
Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Nasional
PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi 'Online'

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi "Online"

Nasional
4 Bandar Besar Judi 'Online' di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

4 Bandar Besar Judi "Online" di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

Nasional
Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Nasional
Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Nasional
Ketua RT di Kasus 'Vina Cirebon' Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Ketua RT di Kasus "Vina Cirebon" Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Nasional
Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Nasional
PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

Nasional
Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Nasional
Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com