Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karut-marut Pilkada di Kotawaringin Barat

Kompas.com - 24/01/2015, 17:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS - Sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010, tiba-tiba mengemuka di panggung politik nasional. Fenomena ini mencuat setelah polisi menangkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, Jumat (23/1/2015).

Sengketa pilkada itu bermula ketika pada Juni 2010, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kotawaringin Barat menetapkan pasangan Sugianto Sabran dan Eko Soemarno sebagai pemenang. Mereka mengalahkan pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto. Saat itu, Ujang Iskandar pejabat petahana.

Ujang-Bambang menolak keputusan KPU Kotawaringin Barat itu. Mereka lalu menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menunjuk Bambang Widjojanto sebagai kuasa hukum.

Dalam gugatannya, Ujang dan Bambang mendalilkan telah terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam pilkada di Kotawaringin. Mereka juga mendalilkan adanya intimidasi dan teror terhadap pemilih sehingga kemenangan Sugianto-Eko layak dibatalkan. Untuk mendukung dalil-dalil tersebut, penggugat mengajukan 68 saksi.

Sementara itu, pihak KPU Kotawaringan Barat membantah dalil itu dengan keterangan 12 saksi. Dalam majelis panel yang dipimpin Akil Mochtar (saat itu masih hakim konstitusi), MK juga menghadirkan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Kotawaringin Barat.

Dalam putusannya pada Juli 2010, MK mengabulkan semua permohonan Ujang dan Bambang. MK dalam pertimbangannya mengungkapkan, sebanyak 65 dari 68 saksi menyatakan ada politik uang yang dilakukan pasangan Sugianto-Eko.

"Terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut, Mahkamah menilai telah terjadi pelanggaran secara sistematis, terstruktur, dan masif. Hal itu terbukti karena tindakan tersebut telah direncanakan sedemikian rupa, terjadi meluas di seluruh Kabupaten Kotawaringin Barat serta dilakukan secara terstruktur dari tingkatan paling atas yang dimulai dari pasangan calon, tim kampanye, dan seluruh tim relawan sampai dengan tingkatan paling rendah di tingkat RT, sehingga memengaruhi suara bagi masing-masing pasangan calon," demikian bunyi putusan MK yang dibacakan 8 Juli 2010.

MK pun menyoroti teror dan intimidasi terhadap warga. Tekanan dan intimidasi dari pihak mana pun tidak diperbolehkan karena hal itu mengancam demokrasi.

Membahayakan demokrasi

Menurut MK, pelanggaran itu termasuk sangat serius, membahayakan demokrasi dan prinsip-prinsip hukum serta prinsip pilkada yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. MK lalu memutuskan mendiskualifikasi pasangan calon Sugianto-Eko dan menetapkan pasangan Ujang-Bambang sebagai pemenang Pilkada Kobar 2010. Putusan ini diambil karena pilkada tidak mungkin diulang sebab hanya diikuti dua pasangan calon.

Putusan MK tersebut sempat disambut dengan demonstrasi dan penolakan. Pada Kamis (23/9/2010), demonstran membakar sejumlah mobil operasional pemerintah. Kasus itu berlarut-larut hingga akhirnya pada 30 Desember 2011, Menteri Dalam Negeri melantik Ujang-Bambang sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat.

Kasus sengketa pilkada itu berbuntut pidana. Pihak Sugianto-Eko melaporkan salah seorang saksi yang dihadirkan pihak Ujang Iskandar-Bambang bernama Ratna Mutiara. Ratna diadukan ke Markas Besar Polri dengan sangkaan telah memberikan keterangan palsu.

Dalam kesaksiannya di MK, Ratna menyatakan penolakan untuk bergabung di tim sukses pasangan Sugianto-Eko. Padahal, ia dijanjikan uang jika bersedia bergabung dengan pasangan tersebut. Ratna juga mengungkapkan bahwa tim sukses Sugianto-Eko membagi-bagikan uang.

Merujuk risalah sidang dalam situs MK, Ratna mengaku dirinya didatangi tim sukses Sugianto di kebun karet awal April 2010. Masih menurut risalah sidang, penolakan Ratna karena ia tak mau memecah suara warga.

Lima bulan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fahira Idris Usulkan 7 Strategi Komprehensif Berantas Judi Online

Fahira Idris Usulkan 7 Strategi Komprehensif Berantas Judi Online

Nasional
KPK: Bantuan Pemerintah ke PTN Rp 3 Juta Per Mahasiswa Setahun, ke Kampus Kementerian Rp 16 Juta

KPK: Bantuan Pemerintah ke PTN Rp 3 Juta Per Mahasiswa Setahun, ke Kampus Kementerian Rp 16 Juta

Nasional
Mendagri Tito Sebut Pilkada Langsung Hambat Pembangunan, Politikus PDI-P Pertanyakan Kajiannya

Mendagri Tito Sebut Pilkada Langsung Hambat Pembangunan, Politikus PDI-P Pertanyakan Kajiannya

Nasional
Tolak Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan, Jaringan Gusdurian Minta Pemerintah Tinjau Ulang

Tolak Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan, Jaringan Gusdurian Minta Pemerintah Tinjau Ulang

Nasional
Tapera Tak Jamin Beri Rumah, Tak Bisa Disamakan dengan BPJS Kesehatan

Tapera Tak Jamin Beri Rumah, Tak Bisa Disamakan dengan BPJS Kesehatan

Nasional
Serangan Balik Hasto PDI-P Setelah Ponsel Disita, Laporkan Penyidik KPK ke Dewas

Serangan Balik Hasto PDI-P Setelah Ponsel Disita, Laporkan Penyidik KPK ke Dewas

Nasional
Kubu SYL Hadirkan Ahli Pidana dalam Sidang Hari Ini

Kubu SYL Hadirkan Ahli Pidana dalam Sidang Hari Ini

Nasional
Belum Tentukan Dukungan pada Pilkada Jakarta, Jabar, Jateng, AHY: Perlu Waktu

Belum Tentukan Dukungan pada Pilkada Jakarta, Jabar, Jateng, AHY: Perlu Waktu

Nasional
Keberangkatan Haji Indonesia Selesai, 45 Calon Jemaah Batal ke Tanah Suci

Keberangkatan Haji Indonesia Selesai, 45 Calon Jemaah Batal ke Tanah Suci

Nasional
DK PBB Setujui Resolusi Gencatan Senjata Palestina-Israel, Indonesia: Penting untuk Hentikan Kekejaman

DK PBB Setujui Resolusi Gencatan Senjata Palestina-Israel, Indonesia: Penting untuk Hentikan Kekejaman

Nasional
Timnas Lolos ke Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, Erick Thohir Sebut Harus Kuat Fisik dan Mental

Timnas Lolos ke Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, Erick Thohir Sebut Harus Kuat Fisik dan Mental

Nasional
Jokowi: Kita Semakin Dekat dengan Impian Bermain di Piala Dunia

Jokowi: Kita Semakin Dekat dengan Impian Bermain di Piala Dunia

Nasional
AHY Sebut SBY Ikut Pertimbangkan Calon Kepala Daerah dari Demokrat

AHY Sebut SBY Ikut Pertimbangkan Calon Kepala Daerah dari Demokrat

Nasional
KPK Ungkap Anggaran Pendidikan Lebih Banyak Mengalir ke Kampus Milik Instansi Pemerintah Dibanding PTN

KPK Ungkap Anggaran Pendidikan Lebih Banyak Mengalir ke Kampus Milik Instansi Pemerintah Dibanding PTN

Nasional
Langkah Menyelamatkan PPP Kembali Masuk ke Parlemen

Langkah Menyelamatkan PPP Kembali Masuk ke Parlemen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com