PANGKALAN BUN, KOMPAS.com — Sudah dua tahun terakhir Sarinah bekerja di RSUD Imanuddin, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Sehari-hari, perempuan berusia 23 tahun ini bertugas sebagai petugas pembersih taman rumah sakit tersebut.
Sudah sepekan ini, RSUD Imanuddin ramai dikunjungi orang. Kedatangan mereka bukan untuk berobat, melainkan untuk melihat jenazah penumpang dan kru pesawat AirAsia QZ8501 yang dibawa ke sana. RSUD Imanuddin menjadi lokasi transit pertama bagi jenazah sebelum akhirnya mereka diterbangkan kembali ke Surabaya, Jawa Timur, untuk menjalani proses identifikasi lanjutan.
Sabtu (3/1/2015) siang menjadi hari yang cukup melelahkan bagi Sarinah dan rekan kerjanya, Anis Neni Yuliati (39). Tak hanya mengerjakan urusan kebun, keduanya mendapatkan tugas tambahan dari pihak rumah sakit untuk mengepel lantai dari percikan noda dan air yang menetes dari tubuh jenazah yang diangkut di rumah sakit itu.
Secara bergantian, keduanya membersihkan lorong serta salah satu sudut ruangan yang dijadikan posko oleh tim Disaster Victim and Identification (DVI) Polri untuk mengenali jenazah-jenazah itu.
Kondisi cuaca pada Sabtu siang itu cukup mendung. Hal ini membuat suhu di rumah sakit lembab. Sekitar pukul 11.00 WIB, delapan mobil jenazah tiba, mengangkut delapan kantong jenazah penumpang pesawat AirAsia.
Seketika, bau tak sedap menyeruak manakala kantong-kantong itu dikeluarkan dari kendaraan. Dengan sigap, petugas rumah sakit dibantu petugas PMI serta anggota TNI dan Polri membawa kedelapan kantong itu ke dalam posko DVI.
Bak sebuah mobil balap, kereta dorong yang membawa kantong jenazah di atasnya melesat menyusuri lorong rumah sakit sehingga tak pelak menyisakan jejak yang cukup panjang. Namun, bukanlah jejak roda yang tersisa di lantai, melainkan tetesan warna kuning pekat yang berasal dari tubuh jenazah. Tetesan itu mengalir keluar melalui celah yang ada di kantong jenazah.
Delapan kantong sudah masuk ke dalam posko DVI. Namun, jejak cairan kuning pekat yang melekat di lantai tak sesedikit yang diperkirakan. Jejak itu juga meninggalkan bau seperti yang berasal dari kantong jenazah itu.
Setelah kedelapan kantong mendapatkan penanganan, giliran Sarinah dan Anis yang bertugas membersihkan sisa-sisa cairan yang tertinggal. Bersama dengan seorang rekannya yang lain, Anis dan Sarinah bekerja. Rekannya bertugas menyemprotkan cairan putih yang mengandung disinfektan dan cairan pemutih. Sementara itu, Sarinah dan Anis bertugas untuk mengepelnya.
Seperti undur-undur yang berjalan mundur, Sarinah dan kedua rekannya mengepel lantai. Seketika, lantai pun tampak bersih. Cairan kuning pekat yang semula menempel pun hilang. Namun, bau tak sedap yang ditimbulkan tak serta-merta hilang.
Minyak kayu putih
Seusai bertugas, kami berkesempatan untuk berbincang dengan Sarinah dan Anis. Sarinah bercerita bahwa dirinya mengaku tak kuat saat mencium bau tak sedap yang ditimbulkan cairan itu.
Ibu beranak satu ini mengatakan, sudah menjadi tugas dan kewajibannya untuk membersihkan cairan tersebut. Ketika kantong jenazah pertama tiba pada hari ketiga pencarian, Sarinah dan kedua rekannya telah berhadapan dengan bau tak sedap yang berasal dari cairan tersebut.
"Biasanya air jenazah itu memang begitu, tetapi hari ini lebih parah, lebih kuning. Baunya juga," ungkapnya.
Layaknya pegawai kantoran pada umumnya, Sarinah bekerja selama delapan jam dalam sehari. Selama itu pula, ia harus membersihkan lantai berkali-kali apabila pengiriman jenazah dilakukan berkali-kali pula.