Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menpan RB Prediksi Moratorium PNS Bisa Hemat Belanja Pegawai 30 Persen di APBN

Kompas.com - 22/12/2014, 17:04 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi memperkirakan kebijakan moratorium pegawai negeri sipil dan aparatur negara bisa menghemat anggaran belanja pegawai hingga 30 persen APBN. Dengan kebijakan tersebut, menurut perhitungan Yuddy, belanja pegawai yang mengambil porsi 41 persen APBN bisa berkurang menjadi 10 persen APBN.

Ia juga menilai penghematan biaya belanja pegawai ini akan diikuti penghematan belanja barang dan modal dengan angka penghematan yang sama.

"Menurut pandangan saya, simulasi sederhana yang sehat itu di bawah 30 persen. Kalau belanja pegawai menurun di bawah 30 persen, otomatis belanja barangnya turun. Kalau pegawainya berkurang, didayagunakan AC-nya tidak dinyalakan, turun biaya barangnya, komputer juga. Kalau dari 40 persen turun ke 10 persen, berarti dia turun 20-25 persen, berarti dari belanja barang dan itu kira-kira turun 30% sama-sama," papar Yuddy di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (22/12/2014).

Dengan berkurangnya belanja pegawai, angka belanja modal dan barang pun diprediksinya bisa ikut berkurang. Saat ini, menurut Yuddy, total belanja pegawai, modal, dan barang, mencapai 80 persen APBN. Alokasi anggaran untuk biaya pegawai, modal, dan barang ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan alokasi biaya program pembangunan yang besarnya di bawah 20 persen APBN.

"Belanja barang, belaja pegawai di APBN 2014 itu sudah terlalu tinggi, 41 persen. Setiap pengadaan satu orang pegawai itu akan diikuti oleh peningkatan biaya barang dan modal. Saya merekrut Anda, apa saya cuma bayar gaji Anda kan tidak. Gaji direkrut awal memang murah hanya Rp 2,8 juta plus tunjangan Rp 2,2 juta, tapi kan Anda dikasih baju Korpri belanja barang, berapa juta orang dikasih, sekretaris beli komputer," papar dia.

Idealnya, lanjut Yuddy, total belanja pegawai, barang, dan modal tidak melebihi 60 persen APBN.

Pemerintah menerapkan kebijakan moratorium pegawai negeri sipil dan aparatur negara selama lima tahun ke depan. Kendati demikian, menurut Yuddy, moratorium bukan berarti rekrutmen pegawai negeri dan aparatur negara sepenuhnya dihentikan.

Pemerintah masih membuka rekrutmen untuk tenaga medis serta guru yang disesuaikan dengan kebutuhan. Selain itu, pemerintah memperbolehkan instansi di sektor maritim, pertanian, dan infrastruktur menggelar rekrutmen sesuai dengan kebutuhannya. Proses rekrutmen pun, kata dia, harus melalui seleksi yang ketat.

"Ada penerimaan, tetapi dilakukan seleksi yang sangat ketat sesuai yang betul-betul dibutuhkan. Misalnya, fokus kerja pemerintahan ini pada sektor agraris, sektor kemaritiman, dan infrastruktur. Jadi kalau di satu daerah perlu alhi pengairan, ya kita tentu akan rekrut ahli pengairan. Tapi kalau sekretaris, penjaga kantor, penjaga sekolah kan sudah kebanyakan. Jadi tidak merekrut itu. Kita fokus di maritim, ada ahli kelautan sangat dibutuhkan ya tentu kita bisa rekrut itu," kata Yuddy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Minta Basuki-Raja Juli Antoni Jamin Pembangunan IKN Tetap Cepat

Jokowi Minta Basuki-Raja Juli Antoni Jamin Pembangunan IKN Tetap Cepat

Nasional
Basuki Sebut Rencana Jokowi Berkantor di IKN Tetap On Schedule Meski Kepala Otorita Mundur

Basuki Sebut Rencana Jokowi Berkantor di IKN Tetap On Schedule Meski Kepala Otorita Mundur

Nasional
Basuki Bantah Kepala Otorita IKN Mundur karena Upacara 17 Agustus

Basuki Bantah Kepala Otorita IKN Mundur karena Upacara 17 Agustus

Nasional
SYL Tilap Uang Perjalanan Dinas Pegawai Kementan hingga 50 Persen

SYL Tilap Uang Perjalanan Dinas Pegawai Kementan hingga 50 Persen

Nasional
Profil Bambang Susantono, 2 Tahun Jabat Kepala Otorita IKN

Profil Bambang Susantono, 2 Tahun Jabat Kepala Otorita IKN

Nasional
Sempat Jadi Pengacara SYL, Febri Diansyah Dapat Uang Honor Rp 800 Juta

Sempat Jadi Pengacara SYL, Febri Diansyah Dapat Uang Honor Rp 800 Juta

Nasional
Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Nasional
Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak sampai Desember

Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak sampai Desember

Nasional
Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Rupiah Usai Geledah Kamar SYL

Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Rupiah Usai Geledah Kamar SYL

Nasional
PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

Nasional
Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Nasional
Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Nasional
Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Survei Litbang "Kompas": 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com