Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pegiat Sosial Minta Pemerintah Segera Hapus Pasal Penghinaan di UU ITE

Kompas.com - 16/12/2014, 19:13 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Pemerintahan Presiden Joko Widodo perlu memprioritaskan untuk mendorong penghapusan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena kerap disalahgunakan, kata pegiat media sosial.

"Sekarang ini banyak yang sedikit-sedikit memenjarakan orang dengan dalih melanggar pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)," kata pegiat media sosial, Blontank Poer dalam diskusi bertajuk "Menggagas UU ITE yang Melindungi Kebebasan Berpendapat" di Hotel Arjuna, Yogyakarta, Selasa (16/12/2014).

Menurut dia, penerapan pasal 27 menjadi tidak relevan dengan inisiatif awal penyusunan UU ITE. UU tersebut seharusnya hanya menjadi dasar dalam penggunaan informasi dan transaksi yang dihasilkan oleh alat elektronik sebagai bukti.

Di Pasal 27 ayat 3 UU tersebut berbunyi, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Sehingga kurang tepat jika dipakai untuk menjerat seseorang yang secara subjektif dianggap mencemarkan nama baik. UU itu lebih banyak memunculkan rasa takut seseorang untuk menyampaikan pendapat.

"Namun kenyataannya, UU itu sering digunakan untuk mematikan kritik dan kebebsan berekspresi," kata dia dalam acara yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta itu. (Baca: MA Ditangkap karena Menghina Jokowi, Ibunya Kaget dan Terpukul)

Menurut dia dalam konteks penghinaan terhadap nama baik seseorang sebaiknya hanya cukup menggunakan Pasal 310 ayat 1 KUHP dengan ancaman paling lama 9 bulan.

"Namun sepertinya orang kurang puas jika hanya menggunakan pasal itu," kata dia.

Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DIY, Samsudin Nurseha mengatakan untuk menghapusakan pasal itu sulit sebab dalam dua kali uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) telah dinyatakan konstitusional. (Baca: Hina Warga Yogya di Media Sosial, Florence Minta Maaf)

Sehingga, menurut dia, yang tepat adalah merumuskan kembali pasal tersebut secara lebih mendetail, sehingga tidak gampang disalahgunakan untuk mengkriminalisasikan seseorang yang dianggap mencemarkan nama baik.

"Harus disusun dengan lebih rigit sehingga tidak sembarangan digunakan," kata Samsudin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi 'Online'

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi "Online"

Nasional
4 Bandar Besar Judi 'Online' di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

4 Bandar Besar Judi "Online" di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

Nasional
Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Nasional
Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Nasional
Ketua RT di Kasus 'Vina Cirebon' Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Ketua RT di Kasus "Vina Cirebon" Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Nasional
Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Nasional
PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

Nasional
Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Nasional
Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Nasional
Sebut Anggaran Pushidrosal Kecil, Luhut: Kalau Gini, Pemetaan Baru Selesai 120 Tahun

Sebut Anggaran Pushidrosal Kecil, Luhut: Kalau Gini, Pemetaan Baru Selesai 120 Tahun

Nasional
Kasus Korupsi Pembelian Truk Basarnas, KPK Sebut Negara Rugi Rp 20,4 Miliar

Kasus Korupsi Pembelian Truk Basarnas, KPK Sebut Negara Rugi Rp 20,4 Miliar

Nasional
PDI-P Sebut Hasto Masih Pimpin Rapat Internal Persiapan Pilkada 2024

PDI-P Sebut Hasto Masih Pimpin Rapat Internal Persiapan Pilkada 2024

Nasional
Bawas MA Bakal Periksa Majelis Hakim Gazalba Saleh jika Ada Indikasi Pelanggaran

Bawas MA Bakal Periksa Majelis Hakim Gazalba Saleh jika Ada Indikasi Pelanggaran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com