Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Ragu DPR Kembali Loloskan Busyro sebagai Pimpinan KPK

Kompas.com - 16/10/2014, 15:34 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Indonesia Corruption Watch ragu Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019, kembali meloloskan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas dalam seleksi calon pimpinan KPK. Perkiraan tersebut didasari penilaian ICW terhadap Busyro yang selama ini dianggap enggan berkompromi dengan DPR.

"Kalau di DPR saya agak ragu apakah mungkin DPR masih bisa meloloskan yang bersangkutan (Busyro). Kami sih melihat Busyro enggak mau diintervensi selama jadi pimpinan," kata Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW Agus Sunaryanto saat dihubungi Kompas.com, Kamis (16/10/2014).

Seusai mengikuti wawancara dengan Pansel KPK 9 Oktober lalu, Busyro berjanji tidak akan melobi DPR untuk diloloskan. Mantan Ketua Komisi Yudisial ini menilai lobi-lobi untuk mendapatkan posisi pimpinan KPK hanya akan menggerus integritas sang calon pimpinan itu sendiri.

Kendati demikian, Agus tetap berharap DPR bisa menggunakan hati nurani dan memiliki insting pemberantasan korupsi dalam melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK. Dia juga berharap DPR bisa menggali lebih dalam mengenai rekam jejak Busyro dan calon lainnya, Roby Arta Brata.

DPR, menurut Agus, harus memiliki indikator yang jelas dalam mengukur integritas, independensi, kepemimpinan kolektif, dan kapasitas kedua calon.

"Bahwa yang mereka pilih benar-benar untuk kepentingan pemberantasan korupsi, kepentingan hukum, dan bukan kepentingan partai politik," sambung dia.

Secara pribadi, Agus berharap Busyro bisa kembali terpilih sebagai pimpinan KPK. Jika terpilih kembali, menurut dia, Busyro tidak perlu lagi beradaptasi dengan pimpinan KPK yang ada saat ini. Dia pun dinilai Agus sudah teruji karena pernah memimpin KPK dan Komisi Yudisial (KY).

Hari ini Pansel Calon Pimpinan KPK menyerahkan dua nama capim KPK kepada Presiden untuk kemudian diuji kelayakan dan kepatutan di DPR.

Selain Busyro, nama lain yang diserahkan adalah Analis Hukum Internasional dan Kebijakan Sekretariat Kabinet RI Roby Arya Brata. Pria berusia 49 tahun ini pernah menjadi dosen tamu bidang antikorupsi di Australian National University, Australia. Dia juga mengajar di pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Roby pernah menciptakan buku yang diterbitkan di Amerika Serikat yang berjudul "Why Did Anticorruption Policy Fail? a Study of Anticorruption Policy Implementation Failure in Indonesia (Research in Public Management)".

Pada 2010, Roby pernah menuliskan gagasannya mengenai penyelamatan KPK yang dimuat dalam sebuah media online. Dalam tulisan itu, Roby menganggap terpilihnya Antasari sebagai ketua KPK merupakan bagian dari skenario pembusukan internal KPK. Dia meragukan integritas Antasari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Nasional
KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

Nasional
PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

Nasional
KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

Nasional
Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

Nasional
Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi 'Online' Bisa Dipidana

Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi "Online" Bisa Dipidana

Nasional
Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

Nasional
PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

Nasional
Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

Nasional
Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi 'Online'

Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi "Online"

Nasional
Saksi Ungkap Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton Jadi Baja untuk Bantu Industri Baja Nasional

Saksi Ungkap Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton Jadi Baja untuk Bantu Industri Baja Nasional

Nasional
Pendidikan dan Penguatan Demokrasi

Pendidikan dan Penguatan Demokrasi

Nasional
Divonis 9 Tahun Penjara di Kasus LNG, Karen Agustiawan Banding

Divonis 9 Tahun Penjara di Kasus LNG, Karen Agustiawan Banding

Nasional
Jokowi Kunker ke Kalimantan Tengah untuk Cek Bantuan Pompa Air

Jokowi Kunker ke Kalimantan Tengah untuk Cek Bantuan Pompa Air

Nasional
Saat Kominfo Mengaku Tak Takut terhadap Peretas PDN yang Minta Rp 131 Miliar, Klaim Pegawainya Kerja 24 Jam

Saat Kominfo Mengaku Tak Takut terhadap Peretas PDN yang Minta Rp 131 Miliar, Klaim Pegawainya Kerja 24 Jam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com