JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch ragu Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019, kembali meloloskan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas dalam seleksi calon pimpinan KPK. Perkiraan tersebut didasari penilaian ICW terhadap Busyro yang selama ini dianggap enggan berkompromi dengan DPR.
"Kalau di DPR saya agak ragu apakah mungkin DPR masih bisa meloloskan yang bersangkutan (Busyro). Kami sih melihat Busyro enggak mau diintervensi selama jadi pimpinan," kata Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW Agus Sunaryanto saat dihubungi Kompas.com, Kamis (16/10/2014).
Seusai mengikuti wawancara dengan Pansel KPK 9 Oktober lalu, Busyro berjanji tidak akan melobi DPR untuk diloloskan. Mantan Ketua Komisi Yudisial ini menilai lobi-lobi untuk mendapatkan posisi pimpinan KPK hanya akan menggerus integritas sang calon pimpinan itu sendiri.
Kendati demikian, Agus tetap berharap DPR bisa menggunakan hati nurani dan memiliki insting pemberantasan korupsi dalam melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK. Dia juga berharap DPR bisa menggali lebih dalam mengenai rekam jejak Busyro dan calon lainnya, Roby Arta Brata.
DPR, menurut Agus, harus memiliki indikator yang jelas dalam mengukur integritas, independensi, kepemimpinan kolektif, dan kapasitas kedua calon.
"Bahwa yang mereka pilih benar-benar untuk kepentingan pemberantasan korupsi, kepentingan hukum, dan bukan kepentingan partai politik," sambung dia.
Secara pribadi, Agus berharap Busyro bisa kembali terpilih sebagai pimpinan KPK. Jika terpilih kembali, menurut dia, Busyro tidak perlu lagi beradaptasi dengan pimpinan KPK yang ada saat ini. Dia pun dinilai Agus sudah teruji karena pernah memimpin KPK dan Komisi Yudisial (KY).
Hari ini Pansel Calon Pimpinan KPK menyerahkan dua nama capim KPK kepada Presiden untuk kemudian diuji kelayakan dan kepatutan di DPR.
Selain Busyro, nama lain yang diserahkan adalah Analis Hukum Internasional dan Kebijakan Sekretariat Kabinet RI Roby Arya Brata. Pria berusia 49 tahun ini pernah menjadi dosen tamu bidang antikorupsi di Australian National University, Australia. Dia juga mengajar di pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Roby pernah menciptakan buku yang diterbitkan di Amerika Serikat yang berjudul "Why Did Anticorruption Policy Fail? a Study of Anticorruption Policy Implementation Failure in Indonesia (Research in Public Management)".
Pada 2010, Roby pernah menuliskan gagasannya mengenai penyelamatan KPK yang dimuat dalam sebuah media online. Dalam tulisan itu, Roby menganggap terpilihnya Antasari sebagai ketua KPK merupakan bagian dari skenario pembusukan internal KPK. Dia meragukan integritas Antasari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.