JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sempat menghadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie sebelum dia menjadi buron ke luar negeri pada 23 Mei 2011. Ketika itu, Nazaruddin meminta perlindungan kepada Marzuki setelah muncul informasi dia bakal ditetapkan KPK sebagai tersangka.
"Setelah ada aroma tersangka beliau (Nazaruddin), saya juga gusar, beliau gusar, akhirnya putuskan menghadap Marzuki pada 23 Mei 2011 sore-sore di ruangannya," kata mantan staf Nazaruddin, Nuril Anwar, saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (18/8/2014).
Kepada Nuril, Nazaruddin bercerita bahwa dia akan mengancam menghancurkan Partai Demokrat jika tidak diamankan dari jeratan KPK. Setelah pertemuan dengan Marzuki, kata Nuril, mantan bosnya itu menyampaikan kepadanya bahwa Marzuki berjanji akan memberi dukungan untuk Nazaruddin.
"Dia (Nazaruddin) bercerita kepada saya, memang saat itu yang 'pasang badan' itu Marzuki Alie, terhadap dia. Dia (Nazaruddin) bilang, 'Yang mau back up saya, ya, Pak Marzuki Alie," kata Nuril menirukan cerita Nazaruddin kepadanya.
Nuril juga menyampaikan bahwa Nazaruddin ketika itu mengaku mendapat pesan dari Marzuki untuk membongkar semuanya hingga petinggi-petinggi Demokrat yang terlibat ikut dijerat KPK. "Intinya, dari Marzuki ya buka saja semua, biar kena semuanya. Semuanya bisa kenalah, di Partai Demokrat harus kena, siapa pun orangnya," kata Nuril mengisahkan pernyataan Nazaruddin kepadanya.
Menurut Nuril, hubungan Nazaruddin dengan Marzuki ketika itu harmonis. Sebaliknya, hubungan Nazaruddin dan Anas semakin memburuk setelah Anas terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat melalui Kongres Demokrat 2010 di Bandung. Nuril mengaku sering mendengar Nazaruddin mengeluhkan hubungannya dengan Anas yang kian buruk.
"Banyak bisikan yang bikin hubungan memburuk dia dengan ketua umum yang baru (Anas). Pertama soal jual nama Pak SBY, Ibas, jual nama Mas Anas sendiri yang bikin dia gelisah. Kedua laporan tentang peristiwa di majalah itu soal SPG yang juga membuat gelisah," kata Nuril.
Selain itu, menurut Nuril, Nazaruddin mengaku sangat menyesal telah membantu Anas menang dalam Kongres Partai Demokrat. Hal itu karena Anas tidak bisa diatur-atur Nazar terkait proyek. "Mas Anas lebih asyik konsolidasi ke daerah-daerah, itu yang bikin dia menyesal," ucap Nuril.
Anas didakwa menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain. Menurut jaksa, mulanya Anas berkeinginan menjadi calon presiden RI sehingga berupaya mengumpulkan dana. Untuk mewujudkan keinginannya itu, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya dan mengumpulkan dana.
Dalam upaya mengumpulkan dana, menurut jaksa, Anas dan Nazaruddin bergabung dalam perusahaan Permai Group. Dalam dakwaan, Anas disebut telah mengeluarkan dana senilai Rp 116, 525 miliar dan 5,261 juta dollar Amerika Serikat untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat itu. Uang itu berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dan proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat dari Permai Group.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.