Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas Demokrasi Kita

Kompas.com - 18/08/2014, 10:37 WIB


Oleh:  Luthfi Assyaukanie

KOMPAS.com - Pernyataan calon presiden Prabowo Subianto di Mahkamah Konstitusi bahwa pemilu Indonesia lebih buruk daripada Korea Utara memicu banyak reaksi dari masyarakat.

Tidak sedikit yang menyesali pernyataan provokatif itu karena semua orang terdidik pasti tahu, Korea Utara adalah negara otoriter yang kualitas demokrasinya sangat rendah. Menurut Freedom House, Korea Utara adalah salah satu negeri paling buruk dalam hal kebebasan dan perlindungan terhadap hak-hak sipil.

Kesimpulan yang sama ditemukan Economist Intelligence Unit (EIU), lembaga yang memberikan peringkat demokrasi secara rutin. Menurut EIU, Korea Utara berada di peringkat bawah bersama negara-negara ”gagal”, seperti Suriah, Somalia, dan Sudan. Indonesia berada di peringkat tengah bersama India, Brasil, Argentina, dan Yunani.

Secara global, Indonesia adalah negara demokrasi ketiga terbesar di dunia dan negara paling demokratis di Asia Tenggara. Oleh karena itu, sebaiknya kita tidak menganggap serius pernyataan Prabowo di depan para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. Pernyataan itu lebih merupakan lontaran marah dan kecewanya karena kalah dalam pilpres pada 9 Juli silam.

Masalahnya baru serius jika pernyataan Prabowo itu diyakini sebagian besar rakyat Indonesia atau paling tidak oleh para pemilih Prabowo yang berdasarkan pilpres lalu jumlahnya hampir separuh penduduk negeri ini.

Pandangan masyarakat

Oleh karena itu, penting menanyakan, apakah rakyat Indonesia setuju dengan pernyataan Prabowo bahwa kualitas demokrasi kita rendah? Apakah para pengikut Prabowo juga meyakini bahwa negeri kita lebih buruk daripada Korea Utara dalam hal penyelenggaraan demokrasi? Bagaimana sesungguhnya komitmen dan sikap rakyat Indonesia terhadap demokrasi?

Hasil survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menjawab semua pertanyaan di atas. Survei yang dila- kukan setelah pilpres (21-26 Juli) itu mendapat beberapa temuan menarik. Pertama, sebagian besar rakyat Indonesia (57,3 persen) yakin bahwa demokrasi adalah sistem politik terbaik yang ki- ta miliki. Hanya 15,2 persen yang meyakini bahwa sistem demokrasi dan otoritarianisme tak ada bedanya. Sebanyak 5,5 persen yakin bahwa sistem pemerintahan otoriter bisa diterima pada situasi tertentu. Sisanya (22 persen) tidak menjawab.

Temuan ini menarik dicatat. Setelah 16 tahun Reformasi berjalan dengan segala persoalannya, keyakinan rakyat akan demokrasi masih kuat. Dari beberapa survei serupa yang dilakukan SMRC sebelumnya, ada kecenderungan bahwa keyakinan masyarakat akan demokrasi cenderung stabil. Pada survei Juni dan Desember 2012, misalnya, yang menjawab demokrasi sebagai sistem terbaik adalah 56 persen dan 55 persen. Angka tertinggi diperoleh menjelang pemilu, April 2014: 58 persen.

Yang menarik dari temuan survei itu adalah pemilih Prabowo memiliki keyakinan yang sama dengan sebagian besar rakyat Indonesia bahwa demokrasi, seberapa pun tak sempurnanya, tetap merupakan sistem terbaik. Jumlah pemilih Prabowo yang meyakini demokrasi bahkan lebih besar persentasenya (59 persen) ketimbang pemilih Jokowi (57 persen). Hanya ada 7 persen pemilih Prabowo dan 5 persen pemilih Jokowi yang bisa menerima sistem otoriter dalam situasi tertentu.

Jika kita urai berdasarkan partai politik, partai manakah yang paling besar dukungannya terhadap demokrasi? Jawabannya PKPI (100 persen), disusul Hanura (68 persen), PAN (64 persen), Gerindra (61 persen), PDI-P dan PKB (masing-masing 58 persen), Golkar (56 persen), Demokrat (54 persen), dan Nasdem (52 persen). Partai apakah yang paling rendah imannya terhadap demokrasi? Jawabannya PBB (15 persen), kemudian PPP (34 persen), dan PKS (44 persen).

Pertanyaan tentang demokrasi berdasarkan partai politik itu menarik kita cermati. Dari 12 partai nasional yang mengikuti pemilu, yang paling rendah komitmennya terhadap demokrasi adalah para pemilih partai Islam (PBB, PPP, dan PKS). Temuan ini mengingatkan kita pada tesis lama tentang ketidakcocokan Islam dan demokrasi. Para pengusung tesis ini berargumen bahwa semakin tinggi komitmen seorang Muslim pada ajaran agamanya, semakin tidak percaya dia dengan demokrasi.

Untungnya, jumlah pemilih partai Islam tidak besar di negeri ini. Pada pemilu legislatif lalu, suara semua partai Islam (PBB, PPP, dan PKS) jika digabungkan hanya 14,78 persen. Perolehan ini jauh lebih rendah daripada rata-rata perolehan partai Islam di negara Muslim yang mengalami transisi demokrasi. Di Mesir, misalnya, partai-partai Islam memperoleh lebih dari 60 persen suara pada pemilu pertama yang diselenggarakan setelah transisi politik di negeri itu.

Cukup puas

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 24 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polri Sebut Mayoritas Judi Online Dioperasikan dari Mekong Raya

Polri Sebut Mayoritas Judi Online Dioperasikan dari Mekong Raya

Nasional
KPK Sadap Lebih dari 500 Ponsel, tetapi 'Zonk' karena Koruptor Makin Pintar

KPK Sadap Lebih dari 500 Ponsel, tetapi "Zonk" karena Koruptor Makin Pintar

Nasional
Polri Sebut Bandar Judi “Online” Akan Dijerat TPPU

Polri Sebut Bandar Judi “Online” Akan Dijerat TPPU

Nasional
Pimpinan KPK Sebut OTT 'Hiburan' agar Masyarakat Senang

Pimpinan KPK Sebut OTT "Hiburan" agar Masyarakat Senang

Nasional
Dapat Banyak Ucapan Ulang Tahun, Jokowi: Terima Kasih Seluruh Masyarakat Atas Perhatiannya

Dapat Banyak Ucapan Ulang Tahun, Jokowi: Terima Kasih Seluruh Masyarakat Atas Perhatiannya

Nasional
Polri: Perputaran Uang 3 Situs Judi Online dengan 18 Tersangka Capai Rp1 Triliun

Polri: Perputaran Uang 3 Situs Judi Online dengan 18 Tersangka Capai Rp1 Triliun

Nasional
Menag: Tidak Ada Penyalahgunaan Kuota Haji Tambahan

Menag: Tidak Ada Penyalahgunaan Kuota Haji Tambahan

Nasional
Polri Tangkap 5.982 Tersangka Judi 'Online' Sejak 2022, Puluhan Ribu Situs Diblokir

Polri Tangkap 5.982 Tersangka Judi "Online" Sejak 2022, Puluhan Ribu Situs Diblokir

Nasional
KPK Geledah Rumah Mantan Direktur PT PGN

KPK Geledah Rumah Mantan Direktur PT PGN

Nasional
Imbas Gangguan PDN, Lembaga Pemerintah Diminta Tak Terlalu Bergantung

Imbas Gangguan PDN, Lembaga Pemerintah Diminta Tak Terlalu Bergantung

Nasional
Soroti Vonis Achsanul Qosasi, Wakil Ketua KPK: Korupsi Rp 40 M, Hukumannya 2,5 Tahun

Soroti Vonis Achsanul Qosasi, Wakil Ketua KPK: Korupsi Rp 40 M, Hukumannya 2,5 Tahun

Nasional
Polri Akui Anggotanya Kurang Teliti saat Awal Pengusutan Kasus 'Vina Cirebon'

Polri Akui Anggotanya Kurang Teliti saat Awal Pengusutan Kasus "Vina Cirebon"

Nasional
Tanggapi Survei Litbang Kompas, Istana: Presiden Konsisten Jalankan Kepemimpinan Merakyat

Tanggapi Survei Litbang Kompas, Istana: Presiden Konsisten Jalankan Kepemimpinan Merakyat

Nasional
Kemensos: Bansos Tak Diberikan ke Pelaku Judi Online, Tetapi Keluarganya Berhak Menerima

Kemensos: Bansos Tak Diberikan ke Pelaku Judi Online, Tetapi Keluarganya Berhak Menerima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com