JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC), Dimas Oky Nugroho, menilai, Partai Demokrat berada dalam posisi sulit untuk melakukan penjajakan koalisi dalam menghadapi Pemilu Presiden 2014. Ia menilai, saat ini partai tersebut punya tiga opsi yang sama-sama berat untuk dilakukan.
Opsi pertama adalah bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden. Menurut Dimas, upaya tersebut sudah dicoba dilakukan sejak lama oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, langkah tersebut masih terganjal dengan konflik masa lalunya dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
"Sayangnya, tidak ada pertemuan yang konkret. Mega jelas menutup pintu, padahal SBY ke Jokowi tidak ada masalah," kata Dimas dalam diskusi Menimbang Konvensi dan Arah Koalisi Partai Demokrat di Jakarta, Kamis (15/5/2014) siang.
Pilihan lain adalah bergabung dengan poros Partai Gerindra dan mendukung pencapresan Prabowo Subianto. Namun, menurut Dimas, latar belakang Prabowo yang sering disebut terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia pada 1998 menjadi ganjalannya. "Problematik bagi SBY, sosok presiden terpilih yang dikenal menghargai HAM. Dia juga ikut mengadili dengan memberhentikan Letjen Prabowo saat itu," ujarnya.
Opsi ketiga adalah bergabung dengan Golkar dan membentuk poros ketiga. Namun, Golkar tidak mempunyai tokoh yang kuat untuk disusung sebagai capres. Sri Sultan Hamengku Buwono X yang disebut-sebut akan diusung sebagai capres oleh Demokrat, menurut Dimas, juga belum memiliki kemampuan untuk bersaing dengan Jokowi atau Prabowo.
"Sejauh mana dan sepopuler apa Sultan? Meskipun punya pengaruh yang signifikan secara lokal, tapi apakah pilpres bisa sesakti itu? Ini harus dikonfirmasi juga," ujarnya.
Hal yang sama disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito. Menurut Arie, Partai Demokrat sedang kesulitan karena pilihan partai untuk koalisi semakin sedikit. Satu-satunya pilihan yang memungkinkan adalah membuat poros baru.
Menurut Arie, pilihan sangat terbatas karena beberapa parpol sudah terlihat saling merapat pada dua poros, yakni Partai Gerindra dan PDI Perjuangan. Figur peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat dinilai tidak mampu mengangkat elektabilitas partai pada pilpres mendatang. Hal ini kemudian memunculkan alternatif bakal capres baru, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono X. Menurut Arie, terobosan ini menjadi daya tarik baru meskipun tidak mudah terwujud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.