Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Darurat Kekerasan pada Anak

Kompas.com - 07/05/2014, 05:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menegaskan, kekerasan pada anak sudah sangat mengerikan dan bisa dikatakan pada tahap darurat. Fakta itu terungkap dari data kekerasan yang diterima Komnas Perlindungan Anak cenderung meningkat.

Berdasarkan laporan yang diterima Komnas PA, ujar Arist, di kawasan Jabodetabek pada 2010 mencapai 2.046 kasus. Laporan kekerasan pada anak tahun 2011 naik menjadi 2.462 kasus. Pada 2012 naik lagi menjadi 2.626 kasus dan pada 2013 melonjak menjadi 3.339 kasus.

”Bahkan, dalam tiga bulan pertama 2014, kami menerima 252 laporan kekerasan pada anak,” ungkap Arist. Laporan kekerasan pada anak yang masuk ke Komnas PA didominasi kejahatan seksual yang dari 2010 hingga 2014 angkanya berkisar 42-62 persen.

Kekerasan sering terjadi di tempat yang selama ini dianggap sebagai surga bagi anak-anak, yakni di rumah dan sekolah. ”Kekerasan sering terjadi di dua lokus itu, rumah dan sekolah,” ujarnya. Untuk mencegah kekerasan yang terjadi di tempat yang seharusnya aman bagi anak itu, lanjut Arist, peran serta masyarakat menjadi salah satu ujung tombaknya.

Ironisnya lagi, kematian yang menimpa Renggo Khadafi (10), setelah dianiaya kakak kelasnya, Sy, di dalam kelas SD Negeri 9 Makasar, Jakarta Timur, tak memberikan pelajaran bagi pengajar di sekolah itu. Kepala SDN 9 Makasar Sri Hartini, saat ditemui Kompas, berdalih tak ada kesalahan dalam pengawasan terhadap siswa dan menilai Sy anak yang baik.

Sri mengaku, saat terjadi penganiayaan, ada guru piket yang bertugas, yaitu Rosmida. Namun, Sri tak bisa menjelaskan kenapa kasus itu bisa terjadi di dalam kelas. "Ya, kasus ini kami serahkan kepada kepolisian," kata Sri.

Sri malah mengatakan selama ini tak pernah ada kasus kenakalan yang dilakukan Sy. "Sy anak yang baik, tak pernah melakukan kenakalan," katanya. Renggo tewas pada Minggu, 4 Mei 2014, setelah lima hari menderita sakit parah setelah dianiaya kakak kelasnya, Sy, Senin (28/4/2014). Penganiayaan terjadi di dalam kelas V yang berdampingan dengan ruang kepala sekolah.

Wali kelas Renggo, Prihastuti, mengaku, dua hari sebelum Renggo tewas sempat ada kesepakatan damai antara orangtua asuh Renggo dan orangtua Sy. ”Namun, saya tidak menyangka akan seperti ini (Renggo meninggal),” katanya.

Menurut ibu asuh Renggo, Yessi Puspa Dewi (31), kesepakatan damai itu ditawarkan oleh kepala sekolah karena penganiayaan yang dialami Renggo dianggap sebagai kenakalan anak. Yessi mengaku hanya menerima kesepakatan itu jika Renggo sembuh. Karena Renggo meninggal, dia tetap memperkarakan secara hukum.

Kepala Kepolisian Resor Jakarta Timur Komisaris Besar Mulyadi Kaharni mengungkapkan, kepada penyidik, Sy mengakui telah memukul Renggo. Namun, karena masih di bawah umur, Sy masih dijadikan saksi dan tidak ditahan.

Korban 89 anak

Dari Sukabumi, Jawa Barat, dilaporkan, korban pencabulan yang dilakukan tersangka AS (24) di Kota Sukabumi berjumlah 89 anak. Senin (5/5/2014), sebanyak 16 korban melapor ke Polres Sukabumi Kota. Sehari sebelumnya, jumlah korban tercatat sebanyak 73 anak.

”Korban yang telah kami periksa sebanyak 61 anak. Dari 61 anak itu, enam anak menderita lecet dan satu orang mengalami pendarahan. Pemeriksaan kesehatan ditangani dinas kesehatan. Pelaku akan kami periksa lebih intensif,” kata Kapolres Sukabumi Kota Ajun Komisaris Besar Hari Santoso.

Pemeriksaan, antara lain, untuk mengetahui rentang waktu pencabulan AS. Korban melaporkan kekerasan itu sejak Jumat akhir pekan lalu. Lokasi pencabulan di Pemandian Air Panas Santa, Kecamatan Citamiang, Kota Sukabumi.

Pemerintah Kota Sukabumi menyiapkan tempat untuk penanganan kesehatan fisik dan psikologis korban. Lokasinya berada di Rumah Dinas Wali Kota Sukabumi Mohamad Muraz. Lokasi itu tertutup bagi masyarakat, termasuk wartawan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com