JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Budi Mulya, akan menjalani sidang perdananya pada kasus dugaan korupsi Bank Century yang digelar dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (6/3/2014).
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membacakan dakwaan Budi terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) Bank Indonesia untuk Bank Century dan penetapan bank ini sebagai bank gagal berdampak sistemik.
"Di dalam situ (surat dakwaan) cara merumuskannya bahwa terdakwa bersama-sama dengan pihak lainnya. Di situ ada cukup banyak nama, lima sampai enam orang,” ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Rabu (5/3/2014). Dia mengatakan, surat dakwaan disusun secara kumulatif, yakni primer dan subsider, dengan tebal sekitar 180 halaman.
Menurut Bambang, dakwaan itu juga akan mengungkap banyak informasi penting yang selama ini belum pernah muncul ke publik. "Banyak informasi penting yang berupa komunikasi-komunikasi informal, yang menjadi bagian penting dari dakwaan itu," ujar dia.
Budi diduga telah menyalahgunakan wewenang dan melakukan perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi sehingga menimbulkan kerugian pada keuangan negara. Ia dijerat Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam perkara ini, Budi juga dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian Rp 7,45 triliun, menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan. Ratusan saksi telah diperiksa dalam kasus ini, termasuk Wakil Presiden Boediono. Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Bank Indonesia saat FPJP diberikan kepada Bank Century.
Bambang mengatakan, semua keterangan saksi yang pernah diperiksa di KPK tercantum dalam berkas perkara, termasuk surat dakwaan. "Yang saya mau sampaikan adalah ada 120 (saksi) dan ada 10 (saksi) ahli. Semua orang itu ada dalam berkas perkara. Tidak ada satu pun yang dihilangkan."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.