Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Komite Tak Pandai Kemas Konvensi Capres Demokrat

Kompas.com - 31/10/2013, 18:31 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Universitas Mercubuana, Heri Budianto, menilai Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat telah meredup. Menurutnya, redupnya konvensi tersebut disebabkan oleh citra Partai Demokrat yang anjlok ditambah tak apiknya komite mengemas kegiatan konvensi.

Heri menyampaikan, berbagai kasus hukum dan tindak pidana korupsi yang menyeret nama sejumlah politisi Partai Demokrat seketika menghancurkan kepercayaan publik pada partai berlambang bintang Mercy tersebut. Sejalan dengan itu, dampak buruknya juga ikut merambat pada konvensi capres yang digelar untuk mencari tokoh yang diusung pada pemilu presiden pada 2014.

"Partai Demokratnya bermasalah, konvensinya juga bermasalah. Konvensi itu kan upaya untuk mengembalikan citra partai, tapi kehilangan greget karena rumah besarnya (Partai Demokrat) sudah dicitrakan negatif oleh publik," kata Heri, di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2013).

Ia melanjutkan, komite konvensi yang seharusnya cekatan mencari cara menyedot perhatian publik juga dianggapnya tak bekerja dengan baik. Ia mengambil contoh saat komite mengenalkan 11 peserta konvensi.

Di saat yang sama, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, juga mendeklarasikan organisasi masyarakat yang diberi nama Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) sehingga konsentrasi terpecah karena ada sejumlah tokoh di Partai Demokrat yang menjadi loyalis Anas.

"Mestinya komite konvensi bisa membaca situasi tersebut. Ketika isu tentang konvensi tidak menarik, mestinya mereka melakukan sesuatu agar publik tertarik," ujarnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Komite Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat Rully Charis mengakui bila ingar-bingar konvensi tengah meredup. Pasalnya, para kandidat konvensi masih canggung melakukan aktivitas konvensi karena di saat bersamaan mayoritas kandidat masih mengemban tugas di jabatan lain.

Rully menyampaikan, dalam pengamatannya, para kandidat konvensi masih menjunjung tinggi norma dan etika politik yang ada. Terlebih lagi, saat publik menyoroti kinerja sebagian kandidat yang nyatanya masih menjabat sebagai penyelenggara negara.

Menurut Rully, sorotan publik yang begitu besar pada Konvensi Capres Partai Demokrat menimbulkan beban psikologis pada setiap kandidat. Khususnya bagi para kandidat yang saat ini masih menduduki jabatan publik. Setelah melalui tahap pra-konvensi, Konvensi Partai Demokrat secara resmi dimulai pada 15 September 2013 hingga akhir Desember 2013.

Di dalam waktu tersebut, berbagai kegiatan akan dilakukan, mulai dari pengenalan kandidat, wawancara media, dan satu kali survei untuk semua kandidat konvensi yang dilakukan oleh tiga lembaga survei. Pada awal Januari sampai April 2014, pelaksanaan konvensi akan memasuki tahap baru.

Kegiatan yang dilakukan adalah wawancara mendalam terhadap para kandidat yang melibatkan komite dan tokoh lain sebagai pewawancaranya. Di periode itu, akan digelar pula debat antarkandidat dan survei lagi untuk menentukan hasil akhir. Peran masyarakat dalam menentukan pemenang konvensi akan nampak dalam survei akhir tersebut. Seluruh dana terkait konvensi dijamin berasal dari sumber halal dan semua peserta konvensi wajib membuat rekening khusus sebagai wujud transparansi keuangan konvensi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com