Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atut Diduga Beri Perintah Suap Akil Mochtar

Kompas.com - 07/10/2013, 11:10 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
— Perintah menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait penanganan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Lebak diduga datang dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Atut dinilai berkepentingan agar pasangan calon yang diusung Partai Golkar, Amir Hamzah-Kasmin, memenangkan pemilihan kepala daerah di Lebak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah mengantongi bukti komunikasi aktif antara Atut dan Akil.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, Minggu (6/10/2013), penyidik terus melakukan pemeriksaan intensif terhadap tersangka yang juga menjadi saksi untuk tersangka satu sama lain.

Seperti diberitakan sebelumnya, kurang dari 24 jam seusai operasi tangkap tangan di sejumlah tempat, termasuk di rumah dinas Akil, Jalan Widya Chandra 3 Nomor 7, Jakarta Selatan, KPK menetapkan enam orang tersangka.

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Tubagus Chaery Wardana alias Wawan meninggalkan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, seusai menjalani pemeriksaan, Kamis (3/10/2013). Adik dari Ratu Atut yang juga suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany tersebut tertangkap tangan KPK dalam kasus dugaan suap bersama Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar dalam sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Banten.

Salah satunya adalah Akil. Tersangka lain yang ditetapkan KPK adalah anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih, pengusaha asal Palangkaraya Cornelis Nalau, pengacara Susi Tur Andayani, dan adik kandung Atut, Tubagus Chaery Wardana alias Wawan.

Operasi tangkap tangan KPK ini terkait dengan dua kasus sengketa pilkada di MK, yaitu Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah; dan Kabupaten Lebak, Banten.

Terkait dugaan korupsi sengketa Pilkada Gunung Mas, Akil dan Chairun Nisa diduga berperan sebagai penerima suap, sementara pemberinya adalah Hambit dan Cornelis.

Sementara dalam sengketa Pilkada Lebak, Akil dan Susi diduga berperan sebagai penerima suap. Adapun pemberinya adalah Wawan.

KPK menduga perintah penyuapan datang dari Atut kepada adiknya, Wawan, yang merupakan tim sukses pasangan Amir-Kasmin. Dia diduga hendak menyuap Akil melalui Susi.

KPK menemukan uang sebesar Rp 1 miliar di rumah orangtua Susi di Tebet, Jakarta Selatan. Uang yang diduga berasal dari Wawan ini hendak diberikan kepada Akil.

Telusuri asal uang

Kemarin, Jaringan Warga untuk Reformasi (Jawara) Banten juga mendesak KPK untuk menelusuri asal-usul uang sebesar Rp 1 miliar yang digunakan Wawan. Penelusuran ini dirasa sangat penting untuk mengetahui motivasi serta keterlibatan pihak lain.

Jawara Banten merupakan gabungan dari Masyarakat Transparansi (Mata), Sekolah Demokrasi, Koalisi Guru Banten, Lingkar Madani Indonesia (Lima), Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP), dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Dalam pernyataan sikapnya, Jawara Banten juga mendesak KPK agar segera memeriksa Atut, baik dalam kapasitas sebagai Gubernur Banten maupun kakak dari tersangka Wawan. Hasil pemeriksaan terhadap Atut diyakini akan semakin mengurai kasus tersebut secara detail.

”Bahkan, dapat menguak kasus dugaan korupsi dalam penggunaan APBD di Provinsi Banten yang terjadi selama ini,” kata Ubay Ubaidilah dari MATA Banten.

Direktur Lima Ray Rangkuti juga mengingatkan, ”hilangnya” Atut setelah penangkapan Wawan mengharuskan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten mengambil tindakan tegas.

Jika Atut masih tetap mangkir tanpa alasan jelas, lanjut Rangkuti, DPRD harus segera menggelar rapat paripurna mengusulkan pelaksana tugas (Plt) gubernur. (BIL/PIN/NWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Nasional
Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com