Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertarungan Dua Jenderal di Konvensi Capres Demokrat

Kompas.com - 17/09/2013, 09:32 WIB

BALIKPAPAN, KOMPAS.com — Konvensi Partai Demokrat untuk mencari calon presiden 2014 telah dibuka, Minggu (15/9/2013). Sebelas peserta konvensi pun langsung bergerak menggalang dukungan, termasuk dua jenderal purnawirawan yang ikut bertarung, yaitu Pramono Edhie Wibowo yang juga kader Partai Demokrat dan Endriartono Sutarto dari luar partai.

Tiga kader Demokrat lainnya adalah Hayono Isman, Marzuki Alie, dan Sinyo Harry Sarundajang. Sementara enam lainnya dari luar partai, yaitu Ali Masykur Musa, Anies Baswedan, Dahlan Iskan, Dino Patti Djalal, Gita Wirjawan, dan Irman Gusman.

Edhie, Senin (16/9/2013), langsung memanfaatkan momentum ini untuk mulai memperkenalkan dirinya ke publik. Dia berkunjung ke Balikpapan, Kalimantan Timur.

Dalam acara Halalbihalal Akbar dan Syukuran HUT Ke-68 Kemerdekaan RI di Balikpapan, Kalimantan Timur, oleh pemangku adat Dayak, Edhie secara resmi diberi nama adat Madang Lendjou. Penyerahan simbol adat berikut sertifikat pengangkatan nama adat oleh Kepala Adat Dayak Edi Gunawan itu juga disaksikan Gubernur Kaltim H Awang Faroek Ishak dan Pangdam VI/Mulawarman Dicky W Usman.

"Lewat konvensi capres, Demokrat sesungguhnya memberikan kesempatan kader partai dan kalangan nonpartai untuk tampil menunjukkan kemampuan dan pengabdiannya untuk menjadi pemimpin bangsa. Tapi, yang menentukan kemenangan adalah rakyat. Bukan panitia konvensi ataupun majelis tinggi Partai Demokrat," ujar Edhie di sela-sela acara tersebut.

Dia juga menegaskan, semua peserta konvensi mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk terpilih, baik kader partai maupun bukan.

Endriartono Sutarto, yang mantan Panglima TNI, juga mulai bergerak. Ia ingin menjadikan anak-anak muda, terutama mahasiswa, sebagai sasaran utama penyebaran gagasan. Ia ingin menyebarkan gagasannya untuk menyelesaikan masalah bangsa.

Menurut Endriartono, generasi muda masih bisa melihat masalah dengan jernih. Pasalnya, mereka belum ada kepentingan dan belum termarjinalisasi. Dengan intelektual yang cukup ini, ia berharap ide-idenya tentang perkembangan bangsa tersebar luas dan diterima.

Ia mengakui, komunitas kampus terbatas jumlahnya. Namun, menurut Endriartono ia lebih memilih kampus daripada kelompok-kelompok seperti buruh atau nelayan.

Alasan Endriartono, mahasiswa yang bisa menerima idenya diharapkan bisa meneruskan ke orang-orang lain. Sementara kelompok-kelompok marjinal selalu akan berkutat di isu kesejahteraan. "Kalau kandidat bohong pun akan langsung diiyakan," kata Endriartono.

Ia mengakui, popularitas memegang peranan. Di sisi lain, ada beberapa kandidat yang menguasai media sehingga terjadi ketidakseimbangan. Namun, ia akan terus mengembangkan gagasannya. "Saya ingin dikenal karena gagasan, bukan hanya karena foto saya," ucapnya.


Militer profesional

Adanya fenomena beberapa jenderal TNI purnawirawan yang menjadi capres ini menarik dicermati. Menurut dosen politik Universitas Pertahanan, Salim Said, kepemimpinan militer berbeda dengan sipil. Jenderal dalam militer dilatih serta dididik untuk memimpin anak buah dan juga dilatih untuk dipimpin. Hal ini tidak ada di dunia politik sipil.

Purnawirawan jenderal saat ini juga militer profesional. Intensinya tidak ingin menggunakan TNI aktif. Tentara aktif juga memandang para purnawirawan itu sebagai orang luar. "Jadi, kita tidak usah takut jenderal-jenderal itu akan tarik anak buahnya," kata Salim. (OSA/EDN/PRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com