Reny Sri Ayu
Lebih dari 27 tahun berkiprah di British Petroleum, dan menjadi incaran sejumlah perusahaan tambang, Nico menjatuhkan pilihan pada PT Vale. Alasannya, di PT Vale ada tantangan yang bisa memperkaya pengalamannya bekerja di sektor tambang.
Benar saja. Sejak bergabung di PT Vale, Nico langsung dihadapkan dengan berbagai persoalan di antaranya renegosiasi terkait Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara. Di satu sisi, Nico harus berhadapan dengan pemerintah dan berbagai kepentingan yang membuat urusan renegosiasi menjadi pelik dan panjang.
Di sisi lain, Nico harus tetap menjaga nama baik Indonesia di mata pemegang saham. Sebagai orang Indonesia yang berada di perusahaan multinasional, dia harus meyakinkan bahwa Indonesia masih menjadi tempat yang baik untuk berinvestasi, tanpa harus memperburuk citra pemerintah.
Padahal renegosiasi ini menjadi penentu rencana pengembangan bisnis PT Vale senilai 2 miliar dollar AS atau Rp 19,3 triliun di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Urusan renegosiasi dan kepastian hukum menjadi mutlak untuk meyakinkan pemegang saham menggelontorkan dana.
PT Vale yang berinduk di Brasil adalah perusahaan dengan produk utama nikel dalam matte atau produk dengan kandungan rata-rata 78 persen nikel. PT Vale adalah produsen nikel terbesar kedua di dunia.
Disela-dela kesibukannya antara Jakarta, Brasil, dan Sorowako, untuk bisnis, Nico masih meluangkan waktu berolahraga di antaranya tenis dan jalan kaki. Di tengah kesibukan ini, Kompas mewawancarai Nico, Jumat (1/2) petang, di Tepi Danau Matano, Sorowako.
Bagaimana rencana pengembangan investasi 2 miliar dollar AS?
Dana ini siap dikucurkan. Nilainya cukup besar dan ini terkait pengembangan bisnis yang terintegrasi di dua wilayah, yakni blok Bahodopi, Morowali, Sulteng; dan Sorowako, Sulsel.