Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK "Diadili" Fraksi PPP

Kompas.com - 09/01/2013, 23:13 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) pada Rabu (8/1/2013) melakukan pertemuan dengan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pertemuan ini terbilang tidak biasa lantaran pertemuan dilakukan atas inisiatif fraksi PPP. Kedatangan Ketua PPATK M Yusuf disambut oleh seluruh pimpinan fraksi, seperti Ketua Fraksi PPP Hasrul Azhwar dan Sekretaris Fraksi PPP Arwani Thomafi.

Selain itu, belasan politisi PPP juga tampak hadir, seperti Ahmad Yani, Irgan Chairul Mahfidz, M Romahurmuzy, dan Dimyati Natakusumah. Pertemuan yang awalnya bersifat tertutup akhirnya dibuat terbuka untuk media dan dilakukan di sebuah ruang rapat fraksi PPP di lantai 15.

Pertemuan setidaknya berlangsung selama 2 jam. Selama pertemuan itu, Yusuf mendapat banyak pertanyaan soal temuan PPATK atas adanya 20 anggota Banggar yang memiliki rekening gendut dan temuan tentang 41 orang anggota DPR periode 2004-2009 yang dilaporkan melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

Di sela-sela pertanyaan itu, para anggota dewan pun mengeluhkan kondisi yang membuat anggota DPR tak dipercayai. "Kondisi anggota dewan ini sedang terpuruk. Saya berharap ini supaya tidak begitu kayak Dahlan Iskan yang bilang kami pemeras, lalu diralat, tapi lamban responsnya jadi kami pun sudah dicap. Saya harap PPATK tidak begitu," ujar Ketua Fraksi PPP Hasrul Azhwar.

Hasrul mengatakan laporan-laporan yang menyudutkan anggota dewan dan telah terpublikasikan secara luas secara tidak langsung membentuk persepsi masyarakat. "Sampai saya yang biasanya naik pesawat kelas ekonomi, sekali-kalinya naik kelas bisnis langsung disinisi," imbuhnya.

Selain itu, para anggota Fraksi PPP juga mencecar Yusuf dengan pertanyaan seputar temuan PPATK terkait penyimpangan dana haji. "Temuan ini membuat jemaah PPP itu dag dig dug karena menyangkut Kementerian Agama yang menterinya adalah ketua umum PPP," ujar Dimyati.

Menanggapi itu, Yusuf kemudian meminta maaf kepada seluruh fraksi PPP. "Secara gentleman saya minta maaf di samping siaran pers yang akhirnya menimbulkan reaksi keras seperti ini. Tolong digaris bahwa saya tidak pernah berpikir atau berencana menyerang teman-teman PPP," kata Yusuf.

Ia menjelaskan, dirinya tidak mengerti mengapa Kementerian Agama justru menuduh PPATK salah data. Padahal, temuan adanya penyimpangan dari dana haji sebesar Rp 80 triliun itu dihitung dari tahun 2008-2011.

"Nah, dari Rp 80 triliun kemana saja? Di antara jumlah itu, ada yang tidak wajar, tapi tidak langsung disebut kejahatan juga. Penelusuran kami menemukan ada yang masuk ke rekening pribadi, ada yang beli kendaraan hingga mebel. Ini kan dana umat. Kami tidak menyebutkan petinggi Kemenag," tutur Yusuf.

Hasrul pun akhirnya menghargai pernyataan dari Yusuf itu. Dari hasil pertemuan itu, Hasrul mengaku mendapat gambaran lebih jelas soal pengelolaan dana haji yang ramai dibicarakan belakangan ini. Selain PPATK, Fraksi PPP sebenarnya juga sudah memanggil lebih dulu Dirjen Pelaksanaan Haji dan Umrah Anggito Abimanyu kemarin.

Ditanyakan soal pertemuan yang dilakukan bukan dalam forum resmi rapat Komisi itu, Yusuf menegaskan bahwa dirinya datang lantaran diundang. "Ini konteksnya pencegahan dan pemberantasan Tindak pidana pencucian uang," kata Yusuf.

"Siapa pun yang ikut campur bisa dipidana, jadi tidak ada yang intervensi kami," tambah Yusuf.

Selengkapnya, ikut di topik pilihan:
DUGAAN PENYIMPANGAN DANA HAJI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Nasional
    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

    Nasional
    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

    Nasional
    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Nasional
    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

    Nasional
    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Nasional
    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

    Nasional
    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Nasional
    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    Nasional
    Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

    Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com