JAKARTA, KOMPAS.com—Pembahasan draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tak cukup hanya dihentikan pembahasannya. Agenda revisi itu semestinya dicabut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Jika tetap di Prolegnas, sewaktu-waktu agenda revisi itu bisa dihidupkan kembali. Padahal, itu memberi peluang untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AM Fatwa, di Jakarta, Kamis (18/10/2012).
Sebelumnya, Rabu, Rapat Pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR akhirnya memutuskan menghentikan pembahasan draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, mereka masih belum sepakat untuk mencabut revisi itu dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
AM Fatwa mengungkapkan, setiap UU sebenarnya terbuka untuk dibicarakan dan disempurnakan. UU KPK pun bisa saja direvisi, tetapi semangatnya harus demi memperkuatnya. Jika draft berisi pasal-pasal yang justru memengurangi berbagai kewenangan KPK, hal itu sama saja dengan melemahkannya.
Tindakan itu akan terus ditentang masyarakat. "Masyarakat saat ini sedang marah sampai ke ubun-ubun terhadap praktik korupsi. Siapa pun yang ingin melemahkan KPK, lembaga pemberantas korupsi, akan berhadapan dengan rakyat," katanya.
Fatwa mengusulkan, sebaiknya DPR mencabut revisi UU KPK dari daftar Prolegnas. Jika tidak, bakal timbul syak-wasangka, jangan-jangan keberadaan agenda revisi di Prolegnas itu dijadikan barang dagangan politik. Sewaktu-waktu agenda itu bisa dihidupkan lagi.
"Lebih baik revisi itu dikeluarkan dari Prolegnas. Jangan ganggu KPK, dan dukung komisi itu untuk memaksimalkan kerja dengan dasar UU yang sudah ada," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.