Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Butuh Aturan Transisi Detail untuk Permulus Pilkada Serentak

Kompas.com - 09/08/2012, 02:25 WIB

Jakarta, Kompas - Tidak ada kesulitan signifikan jika memang semua pihak sepakat menyederhanakan penyelenggaraan pemilihan umum. Dalam konteks penyelenggaraan pemilu kepala daerah secara serentak, tantangannya adalah merumuskan pengaturan untuk masa transisi.

Anggota Komisi II DPR, Agoes Poernomo, Rabu (8/8) di Jakarta, menyebutkan, ketentuan transisi itu adalah soal perpanjangan atau pemendekan masa jabatan kepala daerah untuk pelaksanaan pilkada serentak yang pertama kali. Skenario dan pemetaan itu harus disusun detail agar masa transisi berjalan mulus, termasuk tak terhadang gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, dalam naskah akademik rancangan undang-undang yang disiapkan pemerintah disebutkan soal efisiensi penyelenggaraan pilkada. Namun, hal itu dalam konteks kewenangan provinsi dan pemilihan kepala daerah oleh DPRD. ”Tidak dikorelasikan dengan pilkada serentak,” kata Agoes.

Secara terpisah, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Veri Junaidi, mengatakan, pelaksanaan pemilu serentak merupakan jawaban atas problem mahalnya penyelenggaraan pemilu seperti yang disampaikan pemerintah. Pemilih juga akan terhindar dari kejenuhan karena mesti berkali-kali berpartisipasi dalam pemilihan.

Secara terpisah, anggota Badan Pengawas Pemilu, Nelson Simanjuntak, mengatakan, pemilu serentak akan mempermudah kerja Pengawas Pemilu. Fokus pengawasan dan tahapan kerja juga tidak tercerai-berai.

Pemilu serentak, menurut Nelson, juga akan mengurangi petualang-petualang politik. Persaingan lebih jelas dan para elite tidak terkesan berebut jabatan. Masyarakat juga bisa menjadikan pemilu sebagai kegiatan bersama. Sikap apatis yang kuat akan berkurang dengan sendirinya.

Bawaslu juga bisa membantu dalam hal pendidikan politik kepada masyarakat dengan membuka komunikasi lebih luas. Masyarakat bisa diyakinkan, pemilu adalah cara untuk mengganti kepemimpinan. (ina/dik)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com