Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puasa dan Moratorium Kekonsumtifan

Kompas.com - 03/08/2012, 09:40 WIB

Oleh Fajar Riza Ul Haq

Sejatinya ibadah puasa merupakan momentum untuk melakukan moratorium budaya konsumtif yang kian menihilkan tanggung jawab keberlanjutan dan keadilan distributif.

Ironisnya, pertumbuhan ekonomi kita dewasa ini justru ditopang oleh tingginya daya kekonsumtifan masyarakat. Penelitian Litbang Kompas beberapa waktu lalu menyimpulkan, kelas menengah pascakrisis ekonomi 1998 dicirikan oleh perilaku konsumtif, kurang toleran terhadap perbedaan, dan tak memiliki kepedulian sosial. Data terbaru, Indonesia menempati indeks keyakinan konsumen tertinggi di Asia-Pasifik pada triwulan II tahun ini sebagaimana survei Nielsen.

Menjelang Ramadhan lalu, seorang pejabat tinggi Bank Indonesia (BI) mencemaskan tingginya tuntutan konsumsi selama Bulan Puasa dan Lebaran akan memicu inflasi jika tak bisa dipenuhi. Pada saat yang sama, kenaikan harga bahan kebutuhan pokok (selalu) terbukti tak menyurutkan perilaku konsumtif masyarakat. Gejala ini merefleksikan satu persoalan sistemik dalam kemajuan ekonomi yang dipacu oleh mentalitas rakus untuk mengakumulasi kemakmuran. Orientasi pembangunan ekonomi ini, yang disebut Emil Salim sebagai ”pasar sebagai alokasi sumber daya untuk output yang efesien”, telah melahirkan sejumlah dampak sosial yang berlawanan dengan semangat emansipatif puasa, seperti kemiskinan, ketimpangan, konflik, dan krisis lingkungan (Kompas, 10/7).

Sejak tiga dasawarsa lalu, sejumlah pemikir agama-agama dunia sudah menaruh kepedulian tinggi terhadap isu krisis ekologi dan kemiskinan yang ditimbulkan ketakadilan sistem ekonomi. Menurut David Loy, rentetan dampak sosial itu berakar pada doktrin kapitalisme pasar yang telah membaptis diri sebagai agama pasar.

Dua masalah mendasar dari kapitalisme pasar ini: keserakahan dan ilusi kebahagiaan dicapai melalui akumulasi ekonomi. Di sinilah agama dituntut berbicara dan mencari solusi atas isu kekonsumtifan, ledakan pendudukan, dan tanggung jawab keberlanjutan kehidupan. Namun, sering perilaku umat beragama masih tak beranjak dari mentalitas konsumtif.

Komodifikasi dan eksploitasi atas nama agama menjadi praktik umum yang dipertontonkan. Pada kasus perilaku puasa, budaya mengakumulasi lebih dominan daripada mengurangi dan melepaskan kekayaan. Padahal, puasa tak bisa dilepaskan dari unsur kegembiraan, berbagi, solidaritas, dan keadilan distributif.

Revolusi mental

Substansi menjalankan puasa bukanlah semata-mata ritual tahunan. Yang terpenting adalah proses melatih diri menemukan kesadaran dan mentalitas baru. Imam Ghazali membedakan perilaku orang berpuasa ke tiga level: puasa awam, puasa khusus, dan puasa superkhusus. Maka, kondisi lapar dan haus ragawi adalah medium, bukan tujuan.

Kemampuan seseorang menjinakkan naluri kebinatangan dan hasrat konsumtif selama berpuasa akan menentukan sejauh mana proses ini berhasil merevolusi kesadaran dan mental dirinya menjadi manusia bermartabat. Dalam perjalanan kehidupan seorang Muslim, puasa ibarat sebuah interupsi kehidupan yang berdimensi sosial, ekonomi, bahkan politik.

Jeda ini hendak menyadarkan dirinya bahwa kesetaraan sosial, keadilan ekonomi, dan solidaritas kemanusiaan bagian tak terpisahkan dari bangunan iman. Itu sebabnya kesempurnaan proses ibadah puasa harus diikat oleh zakat fitrah.

Zakat sendiri merupakan prinsip revolusi sosial yang mendasari pelepasan kekayaan yang melebihi kebutuhan dasarnya kepada orang yang membutuhkannya. Revolusi sosial yang dikehendaki semangat zakat hanya dimungkinkan menjelma apabila setiap individu Muslim berhasil melepaskan mentalitas keakuan demi solidaritas kekitaan. Sebagai amal saleh, ibadah puasa adalah manifestasi perjalanan spiri- tual menuju liberasi individu dan membantu meningkatkan martabat orang lemah, miskin, dan terpinggirkan (Haque, 1987).

Solidaritas kekitaan pada ranah kesadaran politik warga akan mendeterminasi negara berpihak pada kebijakan ekonomi-politik prorakyat. Pertumbuhan pesat ekonomi minus keadilan sosial dan redistribusi ekonomi sangat berisiko menyulut kerusuhan dan konflik sosial di tengah ketimpangan kaya-miskin. Orang berpuasa tak hanya dibebani pertanggungjawaban individual, tetapi juga keadilan publik.

Pada akhirnya menjadikan perjalanan puasa selama satu bulan ini sebagai proses revolusi mental akan mampu membuka pikiran, nurani, dan komitmen seorang Muslim terhadap persoalan ketimpangan dan ketakadilan di lingkungannya.

Seyogianya semangat emansipatif puasa dapat merombak perilaku konsumtif masyarakat menjadi produktif sehingga ledakan demografi bangsa ini adalah kekuatan dan bisa bermuara pada kemakmuran dan keberlanjutan, bukan petaka. Mari kita daulat Ramadhan bulan moratorium terhadap kekonsumtifan.

Fajar Riza Ul Haq Direktur Eksekutif Maarif Institute for Culture and Humanity

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Febri Diansyah Pastikan Hadir Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

    Febri Diansyah Pastikan Hadir Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

    Nasional
    Anies dan PDI-P, Dulu Berseberangan Kini Saling Lempar Sinyal Jelang Pilkada

    Anies dan PDI-P, Dulu Berseberangan Kini Saling Lempar Sinyal Jelang Pilkada

    Nasional
    Febri Diansyah dan GM Radio Prambors Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

    Febri Diansyah dan GM Radio Prambors Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] 'Gula-gula' Politik Anak Muda Usai Putusan MA | PDI-P Bantah Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

    [POPULER NASIONAL] "Gula-gula" Politik Anak Muda Usai Putusan MA | PDI-P Bantah Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    Sejarah Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Temanya 2024

    Sejarah Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Temanya 2024

    Nasional
    Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

    Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

    Nasional
    Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

    Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

    Nasional
    RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

    RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

    Nasional
    Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

    Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

    Nasional
    Putusan MA Dianggap 'Deal' Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

    Putusan MA Dianggap "Deal" Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

    Nasional
    Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

    Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

    Nasional
    Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

    Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

    Nasional
    Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

    Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

    Nasional
    Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

    Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

    Nasional
    37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

    37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com