Denpasar, Kompas
Demikian mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih seusai seminar ketahanan pangan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III, Denpasar, Kamis (5/7). Bungaran menyambut baik penetapan subak sebagai situs warisan budaya dunia.
Menurut Bungaran, subak adalah warisan budaya yang sudah berumur panjang dan masih bertahan sampai saat ini. ”Subak itu bentuk kearifan lokal, dan menjadi warisan budaya masyarakat Bali. Situasi sudah banyak berubah, konteks juga sudah berubah, karena itu, subak juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tanpa harus meninggalkan rohnya,” kata Menteri Pertanian periode 2001– 2004 itu.
Selain menyangkut pertanian, subak juga merupakan sistem budaya sehingga perlu keterlibatan ahli-ahli budaya dalam upaya pelestariannya. Termasuk, perlu sinergi dengan pariwisata dan modernisasi di Bali. ”Karena itu, perlu pemikiran ahli-ahli kebudayaan agar subak tak kehilangan identitasnya,” ujarnya.
Subak ditetapkan sebagai situs warisan budaya dunia pada sidang Komite Warisan Dunia ke-36 UNESCO di Rusia, Jumat (29/6). Penetapan itu sekaligus pengakuan subak sebagai budaya asli Indonesia (Kompas, 30/6).
Wayan Windia, Ketua Grup Riset Sistem Subak Universitas Udayana menyebutkan, sawah di Bali mulai dibangun sejak abad ke-9 dan sistem subak mulai ada tahun 1072. Sawah dan subak merupakan bagian dari kebudayaan Bali yang perlu diperkuat dan diberdayakan. Namun, ada tantangan serius, yakni peralihan fungsi lahan sawah. Dalam tahun 2005-2009, luas lahan sawah di Bali menyusut 5.000 hektar menjadi 82.644 hektar.