Jakarta, Kompas -
Pendapat tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Tubagus Hasanuddin, di Jakarta, Sabtu (9/6). ”Kunci keberhasilan semuanya (penyelesaian konflik di papua) ada pada political will Presiden SBY,” katanya.
Menurut politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, seharusnya pemerintah sudah bisa menganalisis akar permasalahan yang menjadi sumber konflik dan kekerasan di Papua. Selain kegagalan pembangunan serta peningkatan kesejahteraan rakyat, campur tangan asing juga ditengarai menjadi sumber konflik di Papua.
Selama 18 bulan terakhir kekerasan terjadi di hampir semua wilayah di Papua, di antaranya di wilayah Sorong, Puncak Jaya, Mulia, Wamena, Abepura, Jayapura, Merauke, Timika, Mimika, dan Paniai.
Jika melihat sebaran lokasi serta waktu terjadinya kekerasan, lanjut Hasanuddin, kasus-kasus kekerasan terlihat terorganisasi dengan baik.
Selain itu, kasus-kasus kekerasan tersebut juga terlihat direncanakan dengan baik karena pelaksanaannya relatif rapi dan sistematis dalam memilih sasaran. Aksi-aksi kekerasan sengaja didesain untuk menciptakan instabilitas di Papua.
Instabilitas sengaja diciptakan untuk mempercepat Papua keluar dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). ”Karena itu, dari awal saya menduga kemungkinan ada tangan- tangan asing yang bermain di Papua,” ujarnya.
Menurut Hasanuddin,
Operasi intelijen terpadu dapat dilakukan secara terpusat dengan melibatkan semua komponen yang terkait untuk melakukan kegiatan-kegiatan kontraintelijen. Bersamaan dengan itu, kementerian luar negeri diharapkan aktif memotong upaya-upaya internasionalisasi masalah Papua.