Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko Polhukam: Posisi Wamen Berdasarkan Konstitusi

Kompas.com - 04/06/2012, 20:06 WIB
Hindra Liauw

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menegaskan bahwa keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat 20 orang wakil menteri tetap berdasarkan Konstitusi, yaitu UUD 1945. "Tidak mungkin Presiden menerbitkan (surat keputusan pengangkatan wakil menteri) tanpa ada dasarnya. Posisi wakil menteri itu penting," kata Djoko kepada para wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/6/2012).

Djoko menambahkan, saat ini wakil menteri memegang peranan penting membantu tugas-tugas menteri. Ketika ditanya soal putusan gugatan posisi wakil menteri yang akan dibacakan hakim Mahkamah Konstitusi pada Selasa (5/6/2012) esok, Djoko tidak berkomentar. "Saya kan belum tahu keputusan MK apa," katanya singkat.

Jabatan wakil menteri ini dipersoalkan oleh Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GN PK) Pusat Adi Warman dan Sekretaris GN PK Pusat TB Imamudin. Mereka menguji pasal 10 UU Kementerian Negara yang memberi kewenangan kepada Presiden untuk mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu.

Mereka mempersoalkan bahwa pasal 10 UU Kementerian Negara ini bertentangan dengan pasal 17 UUD 1945. Konstitusi tidak menyebut mengenai posisi wakil menteri. Pemohon beranggapan bahwa posisi wakil menteri ini diindikasikan sebagai politisasi pegawai negeri sipil, dengan modus operandi membagi-bagi jabatan wakil menteri dalam kalangan dan lingkungan presiden, serta kroni-kroni presiden. Baik pemohon maupun pemerintah telah mencoba meyakinkan posisi masing-masing.

Banyak ahli yang didatangkan di dalam sidang ini seperti mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra, advokat senior Adnan Buyung Nasution, dan pakar-pakar lainnya. Mereka memberikan pendapatnya terkait konstitusionalitas posisi wakil menteri. MK juga secara khusus mengundang Anggito Abimanyu, yang dicalonkan menjadi Wakil Menteri Keuangan tetapi batal karena terganjal syarat eselonisasi.

Dalam sidang terakhir, 29 Februari, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengurai fakta yang terjadi di lingkungan kementeriannya. Menurut Amir, keberadaan Wakil Menteri Hukum dan HAM memberi dukungan yang besar di dalam upaya meningkatkan kinerja kementerian yang dipimpinnya. Menurut Amir, beban kerja Kementerian Hukum relatif berat, karena kementerian ini menaungi 43.000 pegawai dan secara organisatoris terdiri atas 11 unit eselon I, 33 kantor wilayah, 543 unit pelaksana teknis yang terdiri dari 223 lembaga pemasyarakatan, 144 rumah tahanan, 66 cabang rutan, 70 balai pemasyarakatan, dan 61 rumah penyimpanan benda sitaan negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com