Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Schapelle Corby Bernilai Miliaran Rupiah

Kompas.com - 23/05/2012, 18:42 WIB
L Sastra Wijaya

Penulis

ADELAIDE, KOMPAS.com- Schapelle Corby kembali menjadi perhatian media di Australia menyusul keputusan pemberian grasi selama lima tahun oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dengan spekulasi mengenai pembebasannya berkisar dari bulan Agustus 2012 sampai Agustus 2015, pembicaraan juga sudah mulai beredar mengenai nilai jual cerita Corby.

Menurut laporan koresponden Kompas di Australia, L. Sastra Wijaya, dalam acara Today Tonight jaringan televisi 7 Australia hari Rabu (23/5/2012), seorang agen yang biasa mengorbitkan para selebriti Max Markson mengatakan, cerita Corby bisa bernilai sekitar 1.5 sampai 2 juta dolar Australia (antara 1-2 miliar rupiah).

"Berita mengenai Corby akan mendominasi media minggu ini, sampai minggu depan. Dan pasti akan terus menjadi perhatian sampai dia dibebaskan, bisa 12 sampai 24 bulan mendatang.

Potensi dia muncul sebagai cerita di media massa, besar, dan mungkin juga buku, dan bahkan flim." kata Markson.

Akan tetapi, kalangan hukum di Australia mengatakan kecil kemungkinan bahwa Corby akan mendapatkan bayaran tersebut bila dia memutuskan menjual ceritanya dalam waktu dekat.

Di tahun 2009, Kantor Penuntutan Australia (DPP) menyita dana sekitar 125 ribu dolar dari hasil penerbitan buku berjudul Schapelle Corby. Menurut hukum Australia, seorang narapidana tidak boleh mendapatkan keuntungan material dari cerita mengenai perbuatan yang dilakukannya.

Sementara itu, seorang pakar hukum dari  Universitas Melbourne, Profesor Tim Lindsey mengatakan, dengan adanya pengurangan hukuman bagi Corby, maka ada harapan bagi dua terpidana mati asal Australia yang dikenal dengan nama sindikat Bali Nine. Andrew Chan dan Myuran Sukumuran sekarang sedang menunggu proses eksekusi.

Dalam wawancara dengan televisi ABC, Direktur Pusat Hukum Asia tersebut mengatakan adanya perubahan sikap Presiden SBY mengenai para penyeludup narkoba. Prof Lindsey mengatakan, keputusan SBY ini mengejutkan karena sebelumnya sudah mengatakan tidak akan campur tangan untuk memberi pengampunan bagi penyeludup narkoba.

"Saya kira ini keputusan penting, khususnya berkenaan dengan kasus Bali Nine yang juga meminta pengampunan agar terhindar dari hukuman mati." kata Lindsey.

"Presiden sebelumnya dalam berbagai kesempatan mengatakan tidak akan memberi pengampunan bagi penyeludup narkoba. Dan dia sekarang melakukannya, dan pengurangannya besar. Mengurangi hukuman lima tahun dari 20 tahun bukan pengurangan kecil." tambahnya.

Akan tetapi, ditambahkan oleh Prof Lindsey, berbagai desakan di Australia agar pelaku bom Bali Umar Patek dihukum mati akan menjadi sandungan dengan adanya keringanan bagi warga Australia di masa depan.

"Di satu sisi, kita mengharapkan Indonesia tidak mengeksekusi mati warga kita, jadi sebenarnya kita tidak bisa menyerukan agar mereka mengeksekusi warga mereka sendiri." "Jadi kita harus konsisten. Dan saya kira bagi politisi menyerukan hukuman mati bagi Umar Patek, seberapun jahatnya tindakan yang dilakukannya, bertentangan dengan kebijakan nasional Australia, dan hanya akan membahayakan situasi warga Australia sendiri yang sudah dijatuhi hukuman mati di Indonesia." kata Prof Lindsey.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com