”Di dalam penetapan dikatakan tergugat diberi tahu lewat telepon. Hal tersebut nyata-nyata bertentangan dengan Undang-Undang Pengadilan Tata Usaha Negara (UU PTUN) yang mensyaratkan pemanggilan tergugat dianggap sah jika dilakukan dengan surat tercatat resmi,” ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, Jumat (18/5) di Jakarta.
Menurut Denny, putusan yang dikeluarkan pada hari yang bersamaan dengan pengajuan gugatan adalah aneh, apa pun alasannya. Oleh karena itu, ia sepakat jika Komisi Yudisial memeriksa hal tersebut karena sesuai dengan kewenangan mereka.
”Saya juga khawatir pengadilan TUN dijadikan modus baru bagi kepala daerah yang terjerat kasus korupsi untuk tetap mempertahankan posisinya sebagai kepala daerah. Itu tentu sangat berbahaya bagi agenda pemberantasan korupsi, dan karenanya tidak dapat dibiarkan,” ujarnya.
Mahkamah Agung (MA) sedang mengkaji putusan sela tersebut dari sudut hukum administrasi negara. Pengkajian dilakukan oleh Ketua Muda Tata Usaha Negara.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Yusril Ihza Mahendra, Kamis malam di di Puri Cikeas Indah, Bogor. Presiden minta masukan Yusril yang menjadi kuasa hukum Agusrin terkait putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
”Presiden selalu terbuka atas pandangan rasional mengenai hal tertentu, apalagi itu dengan tujuan positif demi terselenggaranya sistem ketatanegaraan yang baik. Pandangan Yusril didengar Presiden,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Jumat.
Juru Bicara MA, yang juga Ketua Muda Pidana Khusus MA, Djoko Sarwoko, mengatakan, MA sudah menerima salinan putusan sela terkait penangguhan pelantikan Junaedi sebagai Gubernur Bengkulu definitif hingga 2015 pengganti Agusrin.
Mengenai status Agusrin, Djoko menegaskan, tidak ada perubahan. Agusrin tetap berstatus narapidana dan upaya hukum peninjauan kembali tidak menangguhkan eksekusi. Agusrin adalah mantan Gubernur Bengkulu yang diberhentikan karena terbukti korupsi sesuai putusan kasasi MA.
PTUN Jakarta mengeluarkan putusan sela yang isinya memerintahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Tergugat I), Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi (Tergugat II), dan Wakil Gubernur Bengkulu Junaedi (Tergugat III) menunda pelaksanakan keppres penggantian Agusrin.