Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketidakpastian Picu Masyarakat Mudah Marah

Kompas.com - 07/05/2012, 06:15 WIB
Ilham Khoiri

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Indonesia saat ini semakin mudah marah dan melancarkan kekerasan di ruang publik, meski hanya dipicu oleh hal-hal sepele. Perilaku agresif itu akibat tekanan akibat berbagai ketidakpastian di negeri ini, mulai dari hukum, politik, sosial, dan ekonomi.

"Kita lihat, naluri-naluri merusak dan kemarahan terpendam masyarakat kita mudah keluar di ruang publik," kata pengajar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Romo Muji Sutrisno, di Jakarta, Minggu (6/5/2012).

Penilaian itu diungkapkan sebagai respons atas berbagai kasus kekerasan di ruang publik belakangan ini. Sebut saja, antara lain, munculnya geng motor pita kuning pasca pembunuhan Kelasi Arifin Sirih, bentrok sebagian anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian di Gorontalo, anggota TNI menganiaya pengendara motor di Palmerah, atau pengusaha menodongkan pistol kepada pelayan kafe.

Bagi Muji Sutrisno, masyarakat saat ini semakin kehilangan tokoh panutan yang baik. Tokoh atau lembaga yang diharapkan memberikan teladan dan kearifan, ternyata sebagian justru menjadi bagian dari masalah. Sulit mencari sosok yang benar-benar bisa dipercaya, mulai dari pemerintah, agamawan, politikus, pengusaha, bahkan sampai tokoh masyarakat.

"Kondisi seperti ini bisa disebut sebagai distrust society alias masyarakat yang kehilangan kepercayaan," katanya. Kondisi itu kian menjadi-jadi karena media, terutama televisi, juga mempertontonkan kekerasan.

Kekerasan di politik, ekonomi, sosial, bahkan agama. Jika dibiarkan, bangsa ini bisa kehilangan moralitas, etika, dan kearifan. Ini menumbuhkan krisis keyakinan pada nurani, akal budi, dan jalan damai. Orang hanya percaya pada kekuasaan.

"Ruang publik kehilangan moral dan berlakulah hukum rimba. Pada tingkat paling parah, manusia akan saling memangsa atau homo homini lupus," katanya.

Depresi sosial dan masyarakat tanpa kepercayaan ini harus diantisipasi. Negara harus memberdayakan dirinya untuk memenuhi tanggung jawab menjalankan pemerintahan yang baik. Hukum ditegakkan dengan adil, demokrasi membela kepentingan rakyat, tingkatkan kesejahteraan rakyat, dan kembalikan moralitas dan kearifan.

"Kita harus kembali pada tujuan didirikannya negara Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hidup bersama diatur oleh demokrasi dan hukum yang mengabdi pada kepentingan publik dan keadilan. Tumbuhkan peradaban yang beretika, penuh kearifan, dan berkebudayaan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com