Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim PTUN Dinilai Gagal Paham

Kompas.com - 10/03/2012, 17:28 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada, Oce Madril, mengkritik putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan Surat Keputusan Pencabutan Pembebasan Bersyarat terhadap tujuh terpidana korupsi. Menurut Oce, majelis hakim PTUN gagal memahami apa yang dimaksud dengan pembebasan bersyarat atau remisi maupun yang dimaksud dengan hak asasi manusia (HAM).

"Putusan PTUN kemarin, saya telah terima putusannya, terlihat hakim mengalami gagal paham, apa yang dimaksud dengan HAM, asas umum pemerintahan yang baik, hakim terlihat tidak paham dengan kebijakan ini," kata Oce dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (10/3/2012).  Ia mendukung upaya Kementerian Hukum dan HAM mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut.

Gagal paham, lanjut Oce, berimbas pada argumentasi yang keliru. Majelis hakim memandang kalau kebijakan pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi tersebut melanggar HAM. Padahal, lanjut Oce, remisi dan pembebasan bersyarat bukan merupakan HAM.

Berdasarkan undang-undang, katanya, yang dimaksud dengan HAM adalah hak bawaan dari lahir. "Kalau narapidana itu terlibat korupsi, itu bukan bawaan dari lahir, itu kesalahan dia, kemudian dia dipidana," sambung Oce.

"Cara berpikir hakim ini tidak nyambung dengan pertimbangan hukum yang dia sampaikan sendiri, hakim tidak paham dengan pembebasan bersyarat," katanya lagi.

Pembebasan bersyarat dan remisi, katanya, memang dapat dibatasi. Apalagi bagi terpidana kasus kejahatan luar biasa seperti korupsi. Dalam PP 28 Tahun 2006, kata Oce, diatur sejumlah syarat yang harus dipenuhi sebelum mendapatkan remisi atau pembebasan bersyarat. "Salah satu syarat, jalani hukuman sembilan bulan, dua per tiga masa hukuman, melalui pertimbangan Dirjen Pas (Direktur Jenderal Pemasyarakatan). Pertimbangannya saja sudah membatasi," ungkap Oce.

Kebijakan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi kembali menjadi kontroversi setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan atas Surat Keputusan Pencabutan Pembebasan Bersyarat Kementerian Hukum dan HAM. Dalam amar putusan tersebut, ketujuh terpidana korupsi selaku penggugat harus dibebaskan.

Mereka adalah tiga orang terpidana kasus suap cek pelawat pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI), yaitu Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Satrio Hardiwibowo Suhardiman, dan Hengky Baramuli; dua terpidana kasus korupsi PLTU Sampit yaitu Hesti Andi Tjahyanto, dan Agus Widjayanto Legowo; dan dua lainnya terpidana kasus pengadaan alat puskesmas keliling, yaitu Mulyono Subroto, dan Ibrahim.

Kementerian Hukum dan HAM kemudian melaksanakan putusan provisi tersebut dengan membebaskan ketujuh penggugat yang didampingi Yusril sebagai kuasa hukumnya itu. Meskipun demikian, Kemenhuk HAM akan mengajukan banding atas pokok perkara putusan PTUN tersebut. Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menengarai, putusan tersebut berimplikasi lebih jauh jika tidak dibanding. Dikhawatirkan, dapat menjadi yurisprudensi yang justru melonggarkan hukuman terpidana kasus kejahatan luar biasa lain disamping korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasdem Siapkan Sejumlah Nama untuk Pilkada Jabar, Ada Muhammad Farhan dan Saan Mustopa

Nasdem Siapkan Sejumlah Nama untuk Pilkada Jabar, Ada Muhammad Farhan dan Saan Mustopa

Nasional
Kemensos Bantu 392 Lansia Operasi Katarak Gratis di Aceh Utara

Kemensos Bantu 392 Lansia Operasi Katarak Gratis di Aceh Utara

Nasional
Anggota DPR Sebut Tak Ada soal Dwifungsi TNI dalam RUU TNI

Anggota DPR Sebut Tak Ada soal Dwifungsi TNI dalam RUU TNI

Nasional
Buka Sekolah Pemimpin Perubahan, Cak Imin Harap PKB Tetap Kontrol Kinerja Eksekutif-Legislatif

Buka Sekolah Pemimpin Perubahan, Cak Imin Harap PKB Tetap Kontrol Kinerja Eksekutif-Legislatif

Nasional
KPK Cegah 2 Orang Bepergian ke Luar Negeri Terkait Kasus di PGN

KPK Cegah 2 Orang Bepergian ke Luar Negeri Terkait Kasus di PGN

Nasional
DKPP Lantik 21 Tim Pemeriksa Daerah PAW dari 10 Provinsi

DKPP Lantik 21 Tim Pemeriksa Daerah PAW dari 10 Provinsi

Nasional
Ahmad Sahroni dan Pedangdut Nayunda Nabila Jadi Saksi di Sidang SYL Besok

Ahmad Sahroni dan Pedangdut Nayunda Nabila Jadi Saksi di Sidang SYL Besok

Nasional
Pertamina Bersama Komisi VII DPR Dukung Peningkatan Lifting Migas Nasional

Pertamina Bersama Komisi VII DPR Dukung Peningkatan Lifting Migas Nasional

Nasional
KPK Nyatakan Hakim Agung Gazalba Bisa Disebut Terdakwa atau Tersangka

KPK Nyatakan Hakim Agung Gazalba Bisa Disebut Terdakwa atau Tersangka

Nasional
Gelar Rapat Persiapan Terakhir, Timwas Haji DPR RI Pastikan Program Pengawasan Berjalan Lancar

Gelar Rapat Persiapan Terakhir, Timwas Haji DPR RI Pastikan Program Pengawasan Berjalan Lancar

Nasional
Kemenhan Tukar Data Intelijen dengan Negara-negara ASEAN untuk Tanggulangi Terorisme

Kemenhan Tukar Data Intelijen dengan Negara-negara ASEAN untuk Tanggulangi Terorisme

Nasional
Hari Ke-17 Keberangkatan Calon Haji: 117.267 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 20 Orang Wafat

Hari Ke-17 Keberangkatan Calon Haji: 117.267 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 20 Orang Wafat

Nasional
Eks Gubernur Babel: Kekayaan Alam dari Timah Berbanding Terbalik dengan Kesejahteraan Masyarakat

Eks Gubernur Babel: Kekayaan Alam dari Timah Berbanding Terbalik dengan Kesejahteraan Masyarakat

Nasional
Ditemani Menko Airlangga, Sekjen OECD Temui Prabowo di Kemenhan

Ditemani Menko Airlangga, Sekjen OECD Temui Prabowo di Kemenhan

Nasional
Megawati Diminta Lanjut Jadi Ketum PDI-P, Pengamat: Pilihan Rasional

Megawati Diminta Lanjut Jadi Ketum PDI-P, Pengamat: Pilihan Rasional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com